Kampung Abar Memanggil untuk Membuat Gerabah Tradisional 

Beatriks Felle, salah seorang anggota dan pelatih KGTH Kampung Abar, menunjuk cara membuat gerabah menggunakan mesin meja putar modern. (Foto: Makawaru da Cunha/Papuainside.id)
banner 468x60

Oleh: Makawaru da Cunha  I

PAPUAInside.id, SENTANI—Kelas membuat gerabah tradional atau sempe  dari bahan tanah liat langsung dari tangan-tangan terampil pengrajin kembali dibuka di Rumah Gerabah, Kampung Abar, Distrik Ebungfauw, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, Sabtu (8/2/2025).

banner 336x280

Kampung Abar berada di pinggiran Danau Sentani. Perjalanan kesana menggunakan speed boat sekitar 45 menit dari Dermaga Yahim, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura. Sebagian beesar warga membangun rumah diatas air. Warganya memiliki mata pencaharian nelayan dan petani.   

Kelas membuat gerabah tradional dihadiri belasan peserta dari pelbagai lembaga di Jayapura dan Kota Jayapura. 

Kegiatan ini adalah kolaborasi Pemuda Abar, Komunitas Noken Mamta (KNM), Kelompok Gerabah Titian Hidup (KGTH) Abardan The Samdhana Institute.

KGTH Kampung Abar berdiri sejak 2008 lalu atau 17 tahun lalu.

Kelas membuat gerabah ini adalah kali kedua, setelah kegiatan pertama pada 23-27 September 2023 menjelang Pesta Makan Papeda di Sempe “Helay Mbay Hote Mbay ke-4 pada 28-30 September 2023 lalu.

Kelas membuat gerabah tradional atau sempe di Rumah Gerabah, Kampung Abar, Distrik Ebungfauw, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, Sabtu (8/2/2025). (Foto: Makawaru da Cunha/Papuainside.id)

Pemicu Semangat Awal Tahun

Ketua KGTH Kampung Abar, Naftali Felle menyambut gembira kelas membuat gerabah di awal bulan kedua tahun 2025 ini menjadi salah-satu pemicu semangat, khususnya KGTH  dan Pemerintahan Kampung Abar menuju ke Pesta Makan Papeda di Sempe “Helay Mbay Hote Mbay ke-5 tahun 2025.

Naftali mengatakan kelas membuat gerabah adalah bagian dari perjalanan meniti dan mengangkat ekonomi keluarga warga Kampung Abar.  

“Kami optimis kedepan gerabah tradisional bisa memberikan manfaat sosial maupun ekonomi, khususnya bagiKGTH Kampung Abar, yang masih berkecimbung dan mengolah tanah liat menjadi gerabah warisan leluhur,” tukas Naftali.  

Menurut Naftali, jika pada kelas membuat gerabah pertama masih dengan cara manual, tapi yang kedua ini sudah menggunakan mesin, seperti mesin meja putar modern dan oven atau pemanggangan.

Dikatakan, untuk meningkatkan keterampilan membuat gerabah, anggota KGTH dan pengrajin gerabah difasilitasi Balai Besar Pendidikan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Jayapura, mengikuti pelatihan membuat keramik 1-14 Desember 2023, dengan instruktur dari Surabaya (Jawa Timur). 

Usai pelatihan, KGTH Kampung Abar mendapat bantuan 1 unit oven dari BBPPKS Jayapura.

Sebelumnya, KGTH Kampung Abar mengirim 10 orang pengrajin gerabah, didampingi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jayapura mengikuti pelatihan membuat gerabah dari tanah liat di Desa Pulutan, Kecamatan Remboken, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara.

Naftali mengatakan, niat ini timbul dari salah-satu pengusaha asal Manado, Melky Tumbelaka, yang sempat mengikuti Festival Danau Sentani tahun 2010, dan ikut tour wisata ke Kampung Abar, sekaligus menyaksikan KGTH menggelar demo membuat gerabah.

“Pak Melky dan membeli semua produk gerabah kami,” tukasnya.

Lalu “orang baik hati” itu mengajak KGTH dan Pemkab Jayapura bekerjasama.  

Selanjutnya, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemkab Jayapura, mengirim 7 anggota KGTH, untuk belajar membuat souvenir di Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tahun 2015.

Kelas membuat gerabah tradional atau sempe di Rumah Gerabah, Kampung Abar, Distrik Ebungfauw, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, Sabtu (8/2/2025). (Foto: Makawaru da Cunha/Papuainside.id)

Butuh Pendampingan

Naftali mengungkapkan, Kampung Abar salah-satu kampung dari 139 Kampung dan Kelurahan di Kabupaten Jayapura, dimana Kampung Abar adalah satu-satunya kampung, yang memproduksi tanah liat dan membuat gerabah.

“Kita lihat kondisi yang ada saat ini bahwa memang membuat gerabah itu kelihatannya mudah, tapi tak semudah kita membalikan telapak tangan,” tandasnya.

Oleh karena itu, ucap Naftali, perlu pendampingan dan bimbingan dalam hal ini pemerintah, yang sudah mempunyai niat baik, untuk mendampingi KGTH. Apalagi KGTH sudah resmi terdaftar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemkab Jayapura.

Kembali dari Manado, Mantan Bupati Jayapura Almarhum Habel Melkias Suwae atau HMS memanggil para kepala SKPD, untuk datang membeli produk gerabah KGTH.

“Sejak itu Pak Almarhum HMS merintahkan SKPD, untuk memberikan perhatian khusus, karena satu satunya tempat di Jayapura, yang memiliki  bahan baku dan pembuatan gerabah tradisional,” terang Naftali.

Salah seorang anggota dan pelatih KGTH Kampung Abar, menunjukan mesin meja putar modern. (Foto: Makawaru da Cunha/Papuainside.id)

Praktek Langsung di Abar

Beatriks Felle, salah seorang anggota dan pelatih KGTH menuturkan, ia dan koleganya dari KGTH dan kelompok wanita dari Kampung Kayo Pulo ikut pelatihan membuat keramik, yang difasilitasi BBPPKS Jayapura, 1-14 Desember 2023 lalu.

“Kami nginap sehingga ada banyak waktu, untuk menoken bersama teman-teman lain dan saling berbagi,” sebut Beatriks.

Bahkan peserta datang langsung ke Kampung Abar, untuk praktek lapangan membuat keramik. 

Ia dan koleganya latihan membuat keramik untuk pemula, dengan aneka motif dan ukiran, seperti motif bunga, motif kupu-kupu dan lain-lain, yang menghasilkan piring besar dan kecil, gelas, vas bunga, sempe dan lain-lain.

“Kalau piring keramik harganya capai Rp 1 juta, tergantung motif, sedangkan keramik ukiran lebih dari itu,” tandas Beatriks.

Kelas membuat gerabah tradional atau sempe di Rumah Gerabah, Kampung Abar, Distrik Ebungfauw, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, Sabtu (8/2/2025). (Foto: Makawaru da Cunha/Papuainside.id)

Pertama Kali Ikut

Ruth Kogoya, seorang peserta mengaku untuk pertama kali mengikuti kelas membuat gerabah.

“Saya sempat nonton cara membuat gerabah di YouTube. Saya tertarik untuk praktek langsung di lapangan, makanya saya siapkan hati untuk datang ke Kampung Abar,” ujar Alumi Fakultas MIPA Jurusan Biologi Uncen Jayapura ini.

Ruth pun menyampaikan apresiasi kepada semua pihak, yang telah ikut memperlancar dan mensukseskan acara ini. 

Menurut Ruth, gerabah warisan leluhur ini wajib dilestarikan. Anak-anak asli Kampung Abar sendiri yang seharusnya wajib membuat gerabah. Masyarakat Abar kedepan harus bisa bekerjasama dengan pihak lain, untui meningkatkan kwalitas gerabah, termasuk juga aspek pemasaran.

Para peserta berpose bersama sambil menunjuk piring besar karamik. (Foto: Makawaru da Cunha/Papuainside.id)

Pintu Masuk Lewat Gerabah

Fasilitator KNM, Astried mengatakan kelas membuat gerabah ini terbuka untuk umum.

“Beberapa kali kami menoken di tempat ini, untuk mendorong pemuda Kampung Abar, agar lebih dikenal di pelbagai kalangan. Kami juga harapkan mereka lebih aktif lagi memperkenalkan keanekaragaman di tempatnya,” ucap Astried. 

Astried menambahkan, gerabah menjadi pintu masuk, untuk kegiatan-kegiatan lain kedepannya.  

“Mudah-mudahan bukan hanya gerabah saja, tapi juga menjadikan kampung Abar sebagai salah-satu destinasi secara keseluruhan. Ada aneka usaha, seperti  pertanian, perkebunan, perikanan dan lain-lain,” tukas Astried.  

Keramik produksi KGTH dipanjang siap dipasarkan. (Foto: Makawaru da Cunha/Papuainside.id)

Hambatan Keterbatasan Bahan

Sementara itu, Analis Kebutuhan Diklat BBPPKS Jayapura, Yason Lensru mengatakan pihaknya terus melakukan pendandampingi KGTH Kampung Abar dari pelbagai aspek, seperti pelatihan dasar membuat keramik untuk pemula, penyediaan alat-alat kerja dan manajemen pemasaran.  

“Mereka kan sudah punya keterampilan dasar yakni membuat gerabah secara manual. Kemudian kita coba bekali mereka dengan mesin, agar mereka lebih meningkat lagi tak hanya membuat gerabah. Tapi bisa buat sampai tingkatan keramik,” katanya.  

Meski demikian, ucapnya, ada hambatan yakni keterbatasan bahan-bahan pembuatan keramik, yang mesti didatangkan dari Pulau Jawa.

Menurut Yason, lantaran keterbatasan bahan-bahan pembuat keramik, maka saat pelatihan di Kampung Abar, instruktur minta mereka mencampur tanah liat dengan pasir halus sebagai bahan membuat keramik.

“Kalau belinya sih tak terlalu mahal sekilo Rp 8.000-10.000 cuma ongkirnya yang mahal. Tapi kita upaya siapkan bahan-bahannya, ketika kurang apa kita belikan dari luar Papua, untuk bantu kaum wanita disini,” terang Yason. 

Para peserta menyampaikan salam menoken. (Foto: Makawaru da Cunha/Papuainside.id)

Filosofi Noken

Kelas membuat gerabah tradional ini, dengan cara menoken, yang terinspirasi dari filosofi noken, yaitu kasih kerahiman, rajutan solidaritas, kekuatan dalam kelenturan, kedayagunaan, keterbukaan, memelihara kehidupan.

Menoken adalah bagian dari program 3 M The Samdhana Institute. 3 M merupakan kepanjangan dari Menoken, Menanam dan Mem-BUMMA.

Gerakan menoken di Tanah Papua pertama kalinya dilaksanakan di Jayapura, yaitu di Bukit Yotoro, 12 Maret 2021 Pukul 23.30 WIT, dilauching Mathius Awoitouw, yang saat itu menjabat Bupati Jayapura, sekaligus lahirnya Janji Yotoro, yang saat itu dibacakan langsung Kepala Program LLS The Samdhana Institute, Ambrosius Ruwindrijarjo. **

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *