Panglipuran Primadona Wisata Bali yang Merawat Alam

Desa Wisata Panglipuran, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. (Foto: Latest Travel Regulation to Enter Bali)
banner 468x60

Oleh: Makawaru da Cunha  I

Mengayun langkah di Panglipuran, Kabupaten Bangli, Povinsi Bali, kami disuguhkan pemandangan dan deretan tanaman hijau dan bunga warna-warni menghiasi seluruh areal desa, udara terasa sejuk nan asri.

banner 336x280

I Wayan Budiarta menyambut kami di bagian kedatangan. Dia memandu tur wisatawan.
Berjalan kaki mengelilingi Panglipuran tampak di kanan kiri deretan rumah adat tradisional Bali. Rumah adat bentuknya sejenis, serasi dan rapi. Atapnya dari bambu satu lapis tanpa memakai paku, hanya dicantolin saja.

Wisatawan dilarang memakai kendaraan bermotor dan membuang sampah sembarangan. Tempat sampah disediakan setiap 30 meter, untuk menjaga lingkungan bebas polusi.

Kehadiran di Panglipuran atas undangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua, untuk Capacity Building Wartawan Papua di Mamaka Hotel by Ovolo, Kuta Beach, Denpasar, Bali, 10-12 Juni 2022.

Sebelumnya, kami mengunjungi Bank Sampah Bali Wastu Lestari, Kota Denpasar. Inilah bank sampah berbasis digital yang pertama kali kami kunjungi.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Papua, Juli Budi Winantya mengatakan, Panglipuran adalah salah-contoh pengelolaan digital sekaligus green economy berwawasan lingkungan,  karena parawisata juga salah-satu potensi unggulan di Papua.

“Kami akan terapkan  di kota Jayapura dan kabupaten lain di Papua, terutama sistem pengelolaan desa wisata berbasis digital,” tutur Juli Budi Winantya.

I Wayan Budiarta selaku Kepala Adat Panglipuran menjelaskan, Panglipuran dibangun sejak pemerintahan I Dewa Gede Tangkeban III.

Panglipuran terkenal sebagai salah-satu primadona wisata di Pulau Dewata, karena masyarakatnya yang masih merawat dan melestarikan alam.

“Konsep awal Panglipuran adalah pelestarian dan konservasi alam,” terang I Wayan Budiarta.

Panglipuran  belum mengenal pariwisata di tahun 1989-1990, ia baru dikenal sebagai obyek wisata pada tahun 1993, melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Bangli Nomor 115  tanggal 29 April 1993.

Wartawan Papua Andi Riri mengenakan busana adat Bali. (Foto: Makawaru da Cunha/Papuainside.com)

Panglipuran dianggap sebagai salah-satu dari tiga desa terbersih di dunia bersama Giethoorn di Belanda dan Mawlynnong di India.

Lantaran kebersihan dan kerapiannya, Panglipuran berhasil meraih sejumlah penghargaan, antara lain, Kalpataru, Indonesian Sustainable Tourism Award (ISTA) pada tahun 2017, destinasi ini masuk dalam Sustainable Destinations Top 100 versi Green Destinations Foundation.

Dan yang terbaru, akhir tahun 2021 mendapat penghargaan sebagai desa wisata mandiri inspiratif dari Kemenparekraf.

I Wayan Budiarta menuturkan, Panglipuran sebagai desa terbersih di dunia ini juga menjadi tantangan bagi masyarakat, untuk membuktikan bahwa Panglipuran benar-benar bersih dan nyaman.

“Budaya bersih kita itu  memang sudah berjalan dari tempo dulu hingga kini, seperti menata,  keamanan di depan rumah, lomba kebersihan pekarangan dan lain-lain,” ujarnya.

Arsitektur Tradisional

Sebagai salah-satu primadona wisata, ujarnya, pihaknya menyajikan arsitektur tradisional Bali dan tata ruang desa kepada wisatawan.

“Tata ruang desa bukan dibuat-buat untuk pariwisata, tapi kami memang pertahankan bangunan asli dari tempo dulu hingga kini,” bebernya.

Menurutnya, bangunan asli tak boleh diubah adalah bangunan adat, yang terdiri dari pintu gerbang rumah adat Bali atau angkul-angkul, dapur tradisional dan balai sake nem, yang tiangnya ada 6 sebagai tempat ritual adat.

Di setiap rumah juga sudah tertulis informasi, yang tinggal didalam rumah ada 7 Kepala Keluarga (KK). Di waktu tertentu warga tinggal di pondokan Tegalan. Tapi mereka home base di Panglipuran.

“Ketika kegiatan ritual adat mereka balik lagi ke Panglipuran. Jadi ada yang bertanggungjawab disini,” ucapnya.

Di setiap rumah memiliki  pura keluarga. Sehari-hari masyarakat ibadah di pura keluarga. Kalau hari hari besar keagamaan mereka ibadah di pura desa.

Ada bale banjar atau tempat sangkep (rapat), paruman (musyawarah, serta  tempat untuk menyiapkan sarana upacara adat, dan kentongan untuk  mengumpulkan orang.

Kemudian ada hutan bambu, Karang Memadu dan Tugu Pahlawan AA Mudita.

“Bangunan modern boleh, tapi harus menyesuaikan  dan tak diizinkan membangun bangunan bertingkat,” katanya.

Panglipuran memiliki jumlah penduduk sekitar 1.100 lebih, terdapat 72 pekarangan dan 280 KK.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua, ketika mengunjungi Panglipuran, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. (Foto: Makawaru da Cunha/Papuainside.com)

Dilarang Poligami

Keunikan lain, warga Panglipuran hanya boleh monogami, dan dilarang poligami, karena ada hukum adat atau awig-awig, yang melarang warganya berpoligami.

Jika warganya berpoligami, mereka akan ditempatkan di Karang Memadu, karena mereka telah melanggar hukum adat,  sehingga dikucilkan atau diasingkan.

Aksesnya pun juga dibatasi. Mereka tak diizinkan masuk ke  pura milik desa adat dan jalan utama, tapi hanya melalui jalur belakang.

“Itu adalah bentuk penghargaan kepada wanita di Panglipuran, agar masyarakat hidup harmonis dalam keluarga,” ucap I Wayan Budiarta.

Tiket Masuk

I Wayan Budiarta menjelaskan, pihaknya belum mendata atau estimasi berapa pendapatan setiap tahun atau setiap hari warga Panglipuran dari pariwisata.

Tapi yang baru didata dari segi penjualan tiket masuk dan kegiatan pesta kesenian.

Penjualan tiket di tahun 2021 mencapai Rp 3,7 miliar lebih. Tiket masuk untuk wisatawan nusantara (wisnu) Rp 25.000,  dan wisatawan mancanegara (wisman) Rp 50.000.

Laporan per Mei 2022 wisman yang datang ke Panglipuran mencapai 2.600 orang.

Ia menjelaskan, pendapatan itu adalah sisa biaya operasional, yang dikeluarkan oleh pengelola kemudian masuk ke kas desa adat, dan digunakan sepenuhnya untuk kepentingan adat, seperti pembangunan pura, kegiatan adat, ritual adat, kegiatan sosial bantuan non tunai saat pandemi Covid-19.

Dari pesta kesenian, Panglipuran menggelar Panglipuran Village Festival (PVF) setiap tahun.

PVF adalah agenda tetap Kemenparekraf bekerjasama dengan Kharisma Event Nusantara (KEN).  Kini PVF memasuki tahun kesembilan.

Di Bali hanya ada 5 pesta kesenian, masing-masing  Sanur Village Festival (SVF), Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) dua kali, Buleleng Festival (Bulfes)  dan PVF.

Dengan adanya Panglipuran menjadi desa wisata, warga yang tinggal dirumah mengambil kesempatan, untuk menggelar UMKM , seperti souvenir, kuliner, travelling, penginapan atau home stay. **

banner 336x280