Mengintip Museum Mulawarwan

Pertamina Patra Niaga Regional Papua Maluku dan Media Papua Maluku, berpose bersama, ketika kunjungan wisata ke Museum Mulawarman di Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, 2 November 2023. (Foto: DNA Vacation for Papuainside.id)
banner 468x60

Oleh: Makawaru da Cunha  I

PAPUAinside.id, TENGGARONG—Jika berkesempatan ke Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, jangan lewatkan Museum Mulawarwan. 

banner 336x280

Pada 2 November 2024, kami berkesempatan mengunjungi salah-satu destinasi wisata terbaik yang ditawarkan oleh kota Tenggarong untuk para wisatawan.

Kunjungan wisata ke Museum Mulawarman adalah rangkaian kegiatan Apresiasi Pertamina Patra Niaga Papua Maluku untuk Media Papua, Papua Barat Daya, Maluku dan Maluku Utara di  Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) pada 31 Oktober-3 November 2024.

Turut hadir rekan media dari Jayapura, Sorong, Ambon dan Ternate.

Museum Mulawarman beralamat di Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 26, Kecamatan Tenggarong.

Jarak tempuh Museum Mulawarman dari Balikpapan berkisar 3 jam perjalanan menggunakan kendaraan dan dari Samarinda berkisar 45 menit.

Pemandu Museum Mulawarman, Wahyu ketika menjelaskan Singgasana, sebagai tempat duduk Raja dan Permaisuri Sultan Kutai Kartanegara di Museum Mulawarman di Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. (Foto: Makawaru da Cunha/Papuanside.id)

Pemandu Museum Mulawarman, Wahyu  menyambut kami dengan ramah, hangat dan suka cita.

Ia menjelaskan, Museum Mulawaman merupakan bekas istana dari Kesultanan Kutai Kartanegara, yang dibangun pada tahun 1936 dan diresmikan sebagai Museum Kutai pada tanggal 25 November 1971 oleh Gubernur Kaltim saat itu, Abdoel Wahab Sjaharanie, lalu diserahterimakan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kutai Kartanegara tanggal 18 Pebruari 1976 dan berganti nama menjadi Museum Negeri Provinsi Kalimantan Timur Mulawarman.

Wahyu menjelaskan, gedung utama Museum Mulawarman merupakan bekas Istana Kutai Kertanegara, yang dibangun oleh perusahaan beton Belanda bernama Hollandsche Beton Maatschappij (HBM) dengan gaya arsitektur Eropa Klasik.

Bangunannya Museum Mulawarman didominasi beton mulai dari ruang bawah tanah, lantai, dinding, penyekat hingga atap. Di halaman depan museum terdapat duplikat Patung Lembuswana, yang merupakan lambang Kerajaan Kutai Kartanegara.

Arsitektur dari museum ini mengadopsi dari arsitektur tradisional Suku Dayak, yang ada di Kutai.

Wahyu menjelaskan, Museum Mulawarwan mengoleksi benda-benda sejarah yang pernah digunakan oleh Kesultanan seperti Singgasana, Tempat Peraduan, Pakaian Kebesaran, Tombak, Keris, Meriam, Kalung dan Prasasti Yupa serta Koleksi Keramik Cina.

Setiap tahun dilaksanakan Upacara Erau, yaitu tarian Khas Kedaton Upacara Adat dan Mengulur Naga di Desa Kutai Lama. Dimana pada setiap pelaksanaan Erau juga ditampilkan atraksi seni budaya baik berupa tarian tradisional dan upacara adat dari berbagai suku lainnya di Indonesia serta mancanegara.

Museum Mulawarman terdiri dari dua lantai. Di lantai bawah terdapat koleksi keramik Cina. Sedangkan lantai 1 berisi koleksi peninggalan bercorak kesenian. Di belakang museum, pengunjung bisa berbelanja cenderamata khas budaya Dayak, seperti batu perhiasan, maupun cendera mata lainnya.

Di dalam Museum Mulawarman ini tersimpan benda-benda yang mempunyai nilai sejarah/seni yang tinggi yang pernah digunakan oleh Kesultanan seperti.

Singgasana, sebagai tempat duduk Raja dan Permaisuri. Kursi ini terbuat dari kayu, dudukan dan sandarannya diberi berlapis kapuk yang berbungkus dengan kain yang berwarna kuning, sehingga tempat duduk dan sandaran kursi tersebut terasa lembut.

Kursi ini dibuat dengan gaya Eropa, penciptanya adalah seorang Belanda bernama Ir Vander Lube pada tahun 1935.

“Singgasana adalah primadona bagi wisatawan yang berkunjung ke Museum Mulawarman, untuk berfoto,” ucap Wahyu. 

Ketopong merupakan replika mahkota Sultan Kutai Kartanegara. (Foto: Makawaru da Cunha/Papuanside.id)

Kemudian, Patung Lembuswana adalah Lambang Kesultanan Kutai, dibuat di Birma pada tahun 1850 dan tiba di Istana Kutai pada tahun 1900. Lembuswana diyakini sebagai kendaraan tunggangan Batara Guru.

Nama lainnya adalah Paksi Liman Janggo Yoksi, yakni Lembu yang bermuka gajah, bersayap burung, bertanduk seperti sapi, bertaji dan berkukuh seperti ayam jantan, berkepala raksasa dilengkapi pula dengan berbagai jenis ragam hias yang menjadikan patung ini terlihat indah.

Kacang Unca, benda ini merupakan atribut dan benda kelangkapan kebesaran Kesultanan Kutai Kartanegara yang digunakan pada waktu penobatan Sultan Kutai menjadi Raja atau pada waktu Sultan merayakan ulang tahun kelahiran dan penobatan Sultan serta acara sakral lainnya.

Meriam Sapu Jagad Peninggalan VOC, Belanda. Prasasti Yupa, yang terdapat di Museum ini adalah tiruan dari Yupa yang asli yang terdapat di Museum Nasional di Jakarta. Prasasti Yupa adalah prasasti yang ditemukan di Bukit Brubus Kecamatan Muara Kaman.

Ke-7 prasasti ini menadakan dimulainya zaman sejarah di Indonesia, yang merupakan bukti tertulis pertama yang ditemukan berupa aksara Pallawa dalam bahasa Sanskerta.

Seperangkat Gamelan dari Keraton Yogyakarta 1855, Arca Hindu, Seperangkat Meja Tamu peninggalan Kesultanan Bulungan, Ulap Doyo, hasil kerajinan Suku Dayak Benuaq, Minirama tentang sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara, Koleksi Numismatika (mata uang dan alat tukar lainnya), Koleksi Keramik dari Cina, Jepang, Vietnam dan Thailand dan lain-lain.

Area Manager Communication Relation & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Papua Maluku, Edi Mangun mengajak rekan media mengunjungi Museum Mulawarman, untuk melihat kembali jejak sejarah bangsa dan negara Indonesia, khususnya Kesultanan Kutai Kartanegara.

“Museum Mulawarman menyampaikan pesan, agar generasi kita ke depan bisa lebih mengenal warisan sejarah dan budaya bangsa dan negara, yang memiliki nilai tinggi,” imbuh Edi.

Jurnalis Radar Sorong, Norma Fauzia  Muhammad, ketika kunjungan wisata ke Museum Mulawarman di Tenggarong, Kutai Kartanegara. (Foto: Chandry Suripatty for Papuainside.id)

Jurnalis Radar Sorong, Norma Fauzia  Muhammad menyampaikan, selain ke IKN, kami juga berkunjung ke Museum Mulawarman.

“Alhamdulillah, saya datang perdana ke sini. Jadi tambah wawasan tentang sejarah dan apapun yang ada di Museum Mulawarman,” katanya.

Jurnalis Lintas Papua.com, Fransisca Kusuma Wardhani mengatakan Museum Mulawarman merupakan warisan budaya terbaik dari Kesultanan Kutai Kartanegara.

“Museum Mulawarman keren, asyik dan eksotik,” ungkap Sisca. **

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *