Oleh: Makawaru da Cunha I
PAPUAinside.com, DENPASAR—Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua menggelar Capacity Building Wartawan Papua di Mamaka Hotel by Ovolo, Kuta Beach, Denpasar, Bali, 10-12 Juni 2022.
Dalam Capacity Building Wartawan Papua tersebut, diantaranya mengunjungi Bank Sampah Bali Wastu Lestari di Kota Denpasar.
Bank Sampah Bali Wastu Lestari adalah salah-satu pengelola sampah berbasis digital dan ramah lingkungan.
Bank Sampah Bali Wastu Lestari dinilai cukup berhasil melakukan sebuah gerakan nasional memilah sampah, untuk membantu Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar, mengurangi sampah, khususnya sampah organik.
Bank Sampah Bali Wastu Lestari mengembangkan pengelolaan sampah melalui pola kemitraan, untuk mengubah prilaku masyarakat dalam mengolah sampah menjadi suatu kebutuhan.
Bahkan Bank Sampah Bali Wastu Lestari mengembangkan unit-unit pengelolaan bank sampah secara mandiri berbasis desa-desa dan kelurahan, RT/RW, Sekolah Dasar (SD), desa-desa wisata dan destinasi wisata di Pulau Dewata.
Siswa-siswa SD digerakan untuk membentuk unit-unit bank sampah, untuk regenerasi kedepan, sehingga anak-anak terbiasa mengolah sampah dari sumbernya.
Alhasil, kota Denpasar yang dikwatirkan menjadi darurat sampah kini perlahan lenyap.
Bisa Diterapkan di Papua
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Papua, Juli Budi Winantya mengatakan, pihaknya menyertakan 25 wartawan di Papua, untuk melihat dari dekat sistem pengelolaan bank sampah Bali Wastu Lestari berbasil digital.
“Pengelolaan sampah organik di sejumlah tempat, kalau tak dibuang ke laut ya dibakar. Padahal sampah organik ini bisa dikelola secara ekonomi sirkular, seperti didaur ulang, sehingga memberikan nilai ekonomi bagi semua,” ujarnya.
Ia mengharapkan rekan-rekan media betul-etul mencermati dan memahami secara baik pengelolaan sampah di kota Denpasar, sehingga nantinya bisa diterapkan di kota Jayapura dan kabupaten lain di Papua.
“Jadi kita bisa lihat langsung cara pengelolaan sampah berbasis digital, yang ramah lingkungan,” ujarnya.
Kepala UPT Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Denpasar I Gusti Ngurah Bhudita, SH mengatakan UPT DLHK Kota Denpasar berdiri 2019, berkolaborasi dengan Asosiasi Bank Sampah Indonesia (ASOBSI) Kota Denpasar, untuk mengelola bank sampah digital.
“Pada awal tahun 2020 ada 100 bank sampah, di tahun 2021 menjadi 224 bank sampah dan terakhir 2022 meningkat lagi menjadi 317 bank sampah di kota Denpasar,” ujarnya.
Pengelolaan bank sampah di kota Denpasar memiliki beberapa dasar hukum, antara lain Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber dengan tagline desaku bersih tanpa mengotori desa lain.
Ada juga Peraturan Walikota Denpasar Nomor 45 Tahun 2020 tentang pelaksanaan kegiatan Reduce, Reuse dan Recycle melalui bank sampah.
Selain itu, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 14 Tahun 2021 bahwa bank sampah itu adalah sebuah fasilitas untuk mengolah sampah dengan prinsip 3 R sebagai sarana edukasi perubahan prilaku dalam pengelolaan sampah dan pelaksanaan ekonomi sirkular.
Menurutnya, kunci utama pengolahan sampah adalah pemilahan sumber, untuk mengurangi sampah yang nanti diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Kalau kita tak kelola sampah dari sumbernya, maka sampah akan membludak di TPA,” tukasnya.
Di kota Denpasar terdapat dua bank sampah induk yang dikelola Bali Wastu Lestari dan Bali Bersih.
Ia juga mengharapkan adanya perubahan pola pikir atau mind set masyarakat, yang sebelumnya memiliki pemahaman buanglah sampah pada tempatnya, tapi kedepan menjadi buanglah sampah pada tempatnya secara terpilah, yang mana sampah organik dan sampah anorganik.
Aplikasi Si Darling
Pemkot Denpasar meluncurkan sistem berbasis web dan mobile yakni aplikasi Si Darling atau Sistem Sadar dan Peduli Lingkungan, untuk mempermudah pengelolaan bank sampah, terutama aspek administrasi.
“Jadi stake holder masyarakat sebagai bank sampah dan juga nasabah,” terangnya.
Bahkan Pemkot Denpasar dan pihak swasta juga memberikan reward atau balas jasa kepada nasabah, yang berhasil mengumpulkan dan memilah sampah, untuk mendukung aplikasi Si Darling.
Aplikasi Si Darling kini berkembang dengan baik. Bahkan mencapai 23.000 nasabah.
Awalnya Prihatin
Ketua Yayasan Bali Wastu Lestari/Sekjen ASOBSI Ni Wayan Riawati, SE, MSi menuturkan, pihaknya awalnya merasa prihatin terhadap permasalahan sampah di kota Denpasar, yang terus-menerus menjadi masalah klasik, karena berulang-ulang dan tak pernah selesai.
Oleh karena itu, sejak tahun 2010 Bali Wastu Lestari mulai melakukan aksi nyata, karena merasa bahwa permasalahan yang ada itu tak semata-mata kesalahan dari masyarakat.
“Saya bercermin pada diri saya sendiri bahwa permasalahan sampah, karena ketidaktahuan dari masyarakat yang tak sadar telah mencemari lingkungan,” katanya.
Sehingga Bali Wastu Lestari mulai membangun kemitraan dengan pelbagai pihak, yang memiliki visi kepedulian terhadap lingkungan.
Alhasil, Bali Wastu Lestari di tahun 2011 menerima tawaran dari Pemkot Denpasar untuk berkolaborasi, dan di tahun 2012 mulai melakukan pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan bank sampah.
Bali Wastu Lestari kini mengelola 578 unit bank sampah, yang tersebar di 9 kota dan kabupaten di provinsi Bali.
“Kami punya base camp di kota Denpasar, tapi kabupaten yang lain juga terkena imbas pengelolaan bank sampah,” ucapnya.
Upaya yang dilakukan Bali Wastu Lestari ini pun mendapat perhatian dari pemerintah.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menunjuk Bali Wastu Lestari sebagai mitra strategis, khusus pengelolaan sampah digital.
Selain itu, sebagai organisasi penggerak Program Merdeka Belajar dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
“Kami salah-satu organisasi, yang menggerakan 100 sekolah bersama 1.900 guru, untuk mengolah bank sampah,” ungkapnya.
Pandemi Covid-19
Dikatakan pihaknya membantu masyarakat, terutama di masa pandemi Covid-19 pada tahun 2020 dan 2021, dimana sektor pariwisata benar-benar down, mengakibatkan krisis ekonomi di Bali.
Tapi bank sampah justru menjadi salah-satu solusi, untuk tambahan pendapatan masyarakat.
“Di masa pandemi Covid-19 di Bali orang kesulitan uang, tapi dengan adanya bank sampah mereka bisa menabung,” tambahnya.
Di masa pandemi Covid-19 bertumbuh sekitar 120 unit bank sampah di wilayah Sarba Gita yakni Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan.
Bali Wastu Lestari melalui program Si Darling dalam transaksi terakhir mencapai Rp 40 miliar. Inilah transaksi tertinggi dalam ekonomi sirkular berbasis sampah, sehingga pihak perbankan berlomba-lomba menjalin kerjasama untuk mengelola dana tersebut.
Bali Wastu Lestari pada Hari Bumi 22 April 2022 menandatangani perjanjian kerjasama atau Memorandum of Understanding/MoU dengan BPD Bali. Dan masih proses dengan BNI 46.
“Jika menjadi anggota di bank sampah nabungnya di di BPD Bali, sehingga mereka otomatis punya rekening tabungan tanpa potongan administrasi dan dapat bunga berupa tabungan digital,” ungkapnya.
Tanpa Anggaran
Ni Wayan Riawati menjelaskan pihaknya mengelola bank sampah tanpa anggaran, tapi yang terpenting mendorong partisipasi masyarakat mengelola bank sampah.
“Kami terus dorong dan tumbuhkan kesadaran sosial, seperti kita larang ayo jangan buang sampah. Tapi kita pilah sampah berkelanjutan, karena itu adalah benefit,” tuturnya.
Dikatakan bank sampah memberikan kompensasi atau menerapkan sistem harga beli dan harga jual kepada masyarakat, yakni memilah sampah anorganik.
Bali Wastu Lestari membeli sampah, seperti jenis plastik, termasuk saset, bungkus minyak talas, kertas, logam, botol kaca bahkan minyak goreng bekas.
Botol air mineral harganya Rp 3.000, maka bank sampah akan membelinya Rp 3.000 kepada masyarakat, kemudian bank sampah unit akan menjualnya kepada bank sampah induk seharga Rp 3.500.
“Jadi konsep yang diterapkan di bank sampah adalah mengurangi timbulan sampah lalu memilah sampah. Kalau masih ada sampah, maka harus dipilah supaya bisa diguna ulang dan didaur ulang,” ujarnya.
Bank Sampah Induk Bali Wastu Lestari dan bank sampah induk Bali Bersih dibagi dalam dua zona, untuk melakukan sosialisasi dan mengajak masyarakat sadar dan peduli terhadap permasalahan sampah, kemudian mulai aksi nyata membangun unit-unit bank sampah.
Semua kemudian berbondong-bondong mengumpulkan sampah pada titik kumpul dan saat yang ditentukan lalu diangkut bank sampah induk. Salah-satu bank sampah aktif yang dikelolah salah-satu lembaga keuangan desa, bahkan omzetnya mencapai Rp 100 juta.
Seperti saat ini terjadi transaksi gebyar penarikan bank sampah, yang ditabung selama 6 bulan itu dipakai untuk hari raya Galungan dan Kuningan.
“Jadi kalau kita aktif memilah sampah ada sebuah nilai ekonomi yang diperoleh nasabah melalui sistem bank sampah digital,” tambahnya.
Sampah yang dipilahkan nasabah benar-benar terdata, baik serapan sampah maupun nilai ekonomi.
“Semoga bermanfaat dan nanti di Papua bisa menggerakan masyarakat mengelolah bank sampah digital,” pungkas Ni Wayan Riawati. **