Oleh: Ignas Doy |
PAPUAinside.com, JAYAPURA— Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menyebut ada keterlibatan aktor utama dibalik konflik di Papua, diantaranya konflik di Kabupaten Nduga.
Hal ini diutarakan Peneliti Senior LIPI Adriana Elisabeth, saat Focus Group Discussion (FGD) Mencari Solusi Penyelesaian Konflik Papua Secara Menyeluruh dan Bermartabat Swiss—belthotel Papua, Jayapura, Sabtu (25/1/2020).
Adriana mengutarakan, ia tak perlu menyampaikan tentang akar masalah konflik Papua, karena sudah ada di buku Road Map Papua.
“Tapi saya hanya ingin menyampaikan bahwa didalam Road Map Papua itu juga kami melihat aktor utama konflik, yang perlu kita tahu sebelum mencapai sebuah solusi atau merumuskan masalah di Papua,” ujarnya.
Ia menyebutkan 3 aktor utama konflik Papua. Masing-masing negara, masyarakat dan pasar bisnis.
Elemen negara itu banyak, kemudian masyarakat. Masyarakat bisa sebagai pelaku, tapi bisa juga sebagai korban. Tapi juga ada pasar bisnis atau investasi.
“Itu bagian -bagian besar yang harus kita lihat betul, untuk mencari akar masalah ini. Kenapa persoalan di Nduga sudah setahun lebih. Kalau memang hanya soal kemanusiaan kenapa tak bisa segera diselesaikan. Jangan -jangan ada soal lain disitu,” jelasnya.
Dikatakannya, ia pernah menyampaikan didalam pertemuan dengan Pansus Papua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Jayapura pada tanggal 20 Januari 2020 lalu.
Menurutnya, kalau ingin menyelesaikan konflik Papua ini harus paham atau setidaknya harus sepakat bahwa ada 3 cluster penting untuk memahami Papua, yakni politik, ideologi dan keamanan.
Kemudian soal tentang masalah kesejahteraan, keadilan sosial, termasuk Otsus dan sebagainya.
Pasar Bisnis SDA
Menurutnya, ada satu hal yang secara parsial atau sendiri- sendiri, tapi belum dibicarakan secara utuh, apalagi secara terbuka, yakni soal bisnis di sektor Sumber Daya Alam (SDA).
“Jangan -jangan persoalan yang tak selesai itu ada kaitan dengan SDA itu juga. Papua ini daerah kaya. Apa sih yang tak ada di Papua. Siapa sebetulnya yang bertanggungjawab dan berkepentingan dengan pengelolaan SDA di Papua,” katanya.
“Kalau kita ke Nduga apa betul hanya soal kontak senjata seperti itu nggak selesai apa betul hanya soal pengungsi. Jangan- jangan di Nduga itu ada SDA,” katanya.
Dikatakannya, ia melihat peta dari Pegunungan Tengah Papua sampai ke Mount Hagen di Papua New Guinea (PNG), ada daerah-daerah pertambangan.
“Kita harus jelas betul melihat aspek –aspeknya. Ada hal yang bisa kita selesaikan secara parsial bisa soal keamanannya, soal pengungsinya soal pembangunan,” tuturnya.
Menurutnya, tapi kalau ada kepentingan- kepentingan bisnis disitu, yang kemudian mengganggu kehidupan masyarakat.
Persoalan Kemanusiaan
Dari tiga kelompok itu selalu ada persoalan kemanusiaan, yang selalu disuarakan oleh aktivis -aktivis Hak Asasi Manusia (HAM).
“Itu artinya apa ada yang bisa diselesaikan secara sektoral tapi ada juga inter connection antara satu persoalan dengan persoalan lain yakni masalah kemanusiaannya.
Pada pertemuan dengan DPD RI, ungkapnya, Ia juga sampaikan bagaimana solusi untuk membangun Papua tanpa kekerasan melalui proses damai berbasis pada kemanusiaan. Tapi juga melihat betul bagaimana menyelesaikan konflik berbasis SDA di Papua.
“Jadi kalau ada persoalan kemanusiaan, maka kemanusiaannya dulu yang ditangani. Jangan berpikir konflik lainnya,” terangnya.
Ia menjelaskan, pihak yang biasa menciptakan konflik kan elit, jadi elit juga harus diperhatikan gerak –geriknya. Jangan- jangan itu semua yang menyebabkan persoalan di Papua tak selesai. **