Kredibilitas Dipertanyakan, Ini Kata Tim 61
Oleh: Faisal Narwawan|
PAPUAinside.com, JAYAPURA – Tim 61 atau para tokoh Papua yang diundang Presiden Joko Widodo di Istana Negara 10 September lalu kembali angkat suara.
Ketua tim 61, Pdt. Albeth Yoku kembali membantah pihak-pihak yang masih saja mempermasalahkan pertemuan tersebut.
Albert Yoku mengatakan, tudingan pihak lain soal kredibelitas tim 61 tidaklah mendasar, karena tim 61 merupakan para tokoh yang resmi diundang negara.
“Presiden punya hak prerogatif, tim ini bukan abal-abal, dan tokoh-tokohnya beragam, ada perwakilam dari agama di Papua, termasuk ada dari tokoh muslim, ada juga Bupati Puncak Jaya, ada juga dari Papua Barat yang juga tokoh-tokoh, perwakilan 7 wilayah adat,” kata Pdt. Albeth Yoku kepada wartawan, didampingi Ketua Pemuda Adat Papua Yan Christian Arebo, Selasa (19/11/2019).
Ia juga berpendapat pernyataan Ketua MRP Timothius Murib adalah pernyataan yang tak mewakili MRP, melainkan pernyataan pribadi.
“Itu pernyataan pribadi dan bukan lembaga, apa yang tim 61 bicarakan di Istana, itu adalah amanat negara. Jadi siapapun di tanah Papua ini, wajib melakukan yang di instruksikan tersebut,” katanya.
Pdt. Albert Yoku juga menyoroti pernyataan yang menyebutkan pemekaran Papua sarat kepentingan politik.
“Pemekaran telah diatur dalam undang-undang nomor 39 tahun 1999, bahwa Irian Jaya kala itu, telah dibagi-bagi beberapa daerah, dan bukan atas desakan rasisme atau kasus Nduga,” katanya lagi.
Disebutkan, wacana pemekaran bukan barang baru dan 7 wilayah adat pun sepakat soal hal itu.
Menurutnya, pemekaran Provinsi Papua berdasar atas dua faktor pendekatan, yakni geografis dan budaya. Geografis karena Papua sangat luas, dengan medan yang sangat sulit hingga opsi pemekaran untuk percepatan pembangunan.
“Banyak aspirasi yang kami bawa saat itu dan bukan pemekaran saja, ada pembangunan asrama nusantara di setiap kota studi, ada juga penempatan pejabat eselon II di kementrian dan lembaga nasional,” katanya.
Kata Pdt. Albert Yoku, orang-orang yang tidak sependapat dan bertentangan dengan amanat Presiden soal aspirasi itu, adalah bukan warga negara.
“Kalau warga negara ya berarti patuh atas amanat Presiden, kalau menentang, kita pertanyakan warga negara mana dia. Otsus Papua juga gagal, uang dan implementasi tidak jelas, MRP harus melihat soal itu, bukan soal pemekaran,” ucapnya.
Pertemuan tim 61 pada September lalu memang banyak mendapat tanggapan beragam, selain dukungan, tim ini dituding juga bukan representatif dari tokoh Papua. **