Ada yang Menghalangi Pemulangan Mahasiswa Eksodus ke Kota Studi

Ketua Tim Pemulangan Mahasiswa Eksodus Papua, Pendeta Alexander Mauri, didampingi Direktur PAK HAM Papua Matius Murib dan Ketua Umum DPN PAP Yan Christian Arebo, menyampaikan keterangan terkait pemulangan mahasiswa eksodus dihalangi di Hotel Mercure, Jayapura, Minggu (12/1/2020). (foto: Ignas Doy)

Oleh:  Ignas Doy |

PAPUAinside.com, JAYAPURA—Keinginan ratusan mahasiswa eksodus untuk kembali melanjutkan pendidikan di kota-kota studi terganggu, pasalnya pemulangan ratusan mahasiswa tersebut dihalangi oknum kelompok pemuda yang juga mahasiswa eksodus.

Demikian disampaikan Ketua Tim Pemulangan Mahasiswa Eksodus Papua, Pendeta Alexander Mauri, didampingi  Direktur Perhimpunan Advokasi Kebijakan Hak Asasi Manusia  (PAK HAM) Papua Matius Murib dan Ketua Umum DPN Pemuda Adat Papua (PAP) Yan Christian Arebo di Hotel Mercure, Jayapura, Minggu (12/1/2020).

Ratusan mahasiswa dari sejumlah kota studi terpaksa kembali ke Papua, akibat tindakan rasisme  terhadap mahasiswa Papua di Asrama Kalasan, Surabaya, Sabtu (17/8/2019) lalu.

Mauri menjelaskan, ratusan mahasiswa eksodus saat ini masih tertahan di Wamena, Jayapura dan sejumlah daerah di Provinsi Papua, karena adanya intimidasi tersebut.

Menurutnya, pihaknya mendapat tugas dari Polda Papua dan Kodam  XVII/Cenderawasih, untuk mengkoordinir pemulangan mahasiswa eksodus pulang ke kota studi untuk melanjutkan  perkuliahan.

Dikatakan pihaknya telah mendaftar sebanyak 620 mahasiswa eksodus yang tersebar di Jayapura dan Wamena, sedangkan Yahukimo sekitar 30 mahasiswa yang ingin kembali ke kota studi. Sementara, dari kabupaten lain belum terdata.

“Tapi dari 620 mahasiswa eksodus, ternyata baru 62 mahasiswa yang berhasil diberangkatkan ke kota studinya di sejumlah daerah di Tanah Air sejak akhir tahun 2019 hingga bulan ini,” terangnya.

Ia menyatakan, tim pemulangan mahasiswa eksodus telah menempuh upaya hukum untuk menghadapi aksi intimidasi dan ancaman yang dilakukan sekelompok pemuda.

“Kami telah membuat laporan Polisi, karena tindakan mereka telah merugikan mahasiswa yang ingin kembali ke kota studi, untuk melanjutkan kuliah. Bahkan ada mahasiswa yang terpaksa batal  wisuda,”  tegas Mauri.

Sementara itu, Matius Murib menuturkan ia ikut terlibat mengkoordinir kepulangan mahasiswa eksodus juga mendapat intimidasi dan aksi unjukrasa  dari sekelompok pemuda tersebut sejak bulan September 20109 lalu.

Masing-masing di Kantor PAK HAM Papua di Padang Bulan, Distrik Abepura, Kota  Jayapura. Bahkan di Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura, ketika sejumlah mahasiswa hendak kembali ke sejumlah kota studinya.

Matius mengaku, total sebanyak empat kali adanya aksi intimidasi, untuk menghentikan pemulangan mahasiswa eksodus ke sejumlah derah di Indonesia.

“Mereka memaksa saya menghentikan pemulangan mahasiswa eksodus ke kota studinya, sebelum mereka bertemu Gubernur Papua dan Ketua MRP,” ungkapnya.

Yan Christian Arebo menyesalkan tindakan intimidasi yang menghalangi  pemulangan ratusan mahasiswa eksodus  ke kota studinya.

“Tindakan mereka telah merugikan masing-masing orang tua yang telah bersusah –payah membiayai kuliah anak-anaknya di luar Papua,” tegas Arebo. **