Oleh: Nethy DS | PAPUAInside.com, JAYAPURA—Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP), Pastor John Bunay, Pr menilai insiden penembakan di areal perkantoran (Office Building) PT Freeport Indonesia (PTFI) Kuala Kencana, Kabupaten Mimika, tragedi kemanusiaan yang memilukan sekaligus memalukan karena telah mencoreng wajah Bangsa dan Negara Republik Indonesia di pentas pergaulan masyarakat internasional.
Dalam siaran pers yang diterima PAPUAInside.com, Pator John menuliskan pihaknya terpaksa berbicara lantang ditengah publik atas tewasnya karyawan PTFI asal Selandia baru, Graeme Thomas Wall (57) dan terlukanya karyawan Indonesia, Ucok Simanungkalit dan Jibral Bahar akibat terjangan peluru tajam dari moncong senjata orang tidak dikenal.
“Mengapa insiden kemanusiaan ini dikatakan sebagai mencoreng wajah Indonesia di pentas internasional lantaran salah satu perusahaan tambang tembaga, perak dan emas terbesar di dunia ini selain merupakan sebuah perusahaan multi nasional juga karena insiden penembakan tersebut telah menelan korban jiwa seorang warga negara asing berkebangsaan Selandia Baru,” kata John Bunay.
Patut diakui bahwa insiden penembakan ini merupakan tragedi kemanusiaan yang memilukan hati, karena di saat umat manusia di seluruh dunia termasuk Indonesia dan Papua terperangkap dalam jurang hantu penyakit Covid-19 yang mematikan, masih juga ada sekelompok orang tak dikenal yang begitu teganya menghabisi nyawa sesamanya di areal Freeport yang merupakan Obyek Vital Nasional (Obvitnas).
“Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 Tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional merupakan kewajiban Polri (pasal 4) dan Polri dapat meminta bantuan kekuatan TNI (pasal 7) maka semua aparat keamanan yang bertugas di areal operasi PTFI saat ini, baik di Tembagapura maupun Kuala kencana harus bertanggungjawab,” tegasnya.
John Bunay meminta aparat keamanan Polri dan TNI yang bertugas di wilayah kerja PTFI agar secara kstaria meminta maaf karena terbukti telah lalai melaksanakan tugas menjaga dan memelihara keamanan sehingga menyebabkan tertembaknya tiga karyawan PTFI.
“Pemerintah Indonesia harus secepatnya melakukan penataan ulang program keamanan di wilayah operasi PTFI agar tidak lagi jatuh korban yang sia-sia dari karyawan Freeport,” pintanya.
Menyadari bahwa wilayah operasi PTFI merupakan sebuah area tambang penuh konflik kekerasan bersenjata yang telah berulang kali menewaskan secara keji sejumlah karyawan Freeport maka pihaknya meminta pemerintah, aparat keamanan dan pimpinan PTFI untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Jaringan Damai Papua memasuki wilayah konflik ini guna meretas dialog damai menuju terciptanya tatatan kehidupan bersama yang damai.
Kepada aparat keamanan TNI/Polri dan Tentara Pembebasan Nasional – Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) yang sering bertikai di wilayah ini yang berdampak pada terbunuhnya karyawan Freeport yang tidak punya kepentingan politik, JDP menyerukan agar segera meletakkan senjata dan meninggalkan wilayah konflik tersebut sehingga JDP bersama tokoh masyarakat, kepala suku, dan pemuka agama setempat mulai meretas dialog perdamaian untuk kebaikan semua orang tanpa membedakan suku,agama,ras, aliran politik apapun juga.
Bagi JDP, kekerasan demi kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah, malahan sebaliknya akan memunculkan masalah baru yang lebih rumit lagi sekaligus akan menelan klebih banyak korban manusia dan harta benda.
John Bunay mengakui bahwa pihaknya selaku pembimbing rohani umat Kristiani sudah sangat sering datang ke Tembagapura dan Kuala Kencana untuk memberikan pelayanan rohani dalam bentuk ibadah oikumene, seminar dan lokakarya kebangunan rohani. Dan patut diketahui bahwa pada masa lalu, Kota Kuala Kencana telah dikenal sebagai sebuah wilayah permukiman yang paling aman dan nyaman bagi semua orang dari segala bangsa dan negara.
Namun pada saat ini ketika jumlah aparat keamanan TNI dan Polri semakin bertambah banyak, wilayah dan penghuni Kota Kuala Kencana bukannya merasa semakin aman namun semakin tidak aman.
Insiden penembakan yang terjadi pada Senin (31/3) lalu sungguh menyedihkan. Kita semua prihatian dengan masa depan istri dan anak-anak dari almarhum Graeme Thomas Wall yang tewas diterjang peluru tajam. Padahal, Graeme telah 15 tahun bekerja di Freeport untuk kesejahteraan papua dan Indonesia.
“Keluarga Besar Jaringan Damai Papua memanjatkan doa kiranya arwah Graeme diterima di sisi Tuhan Sang Pencipta semesta Alam dan keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan dalam menghadapi masa-masa yang amat sulit ini. JDP pun menyampaikan keprihatinan sangat dalam kepada keluarga besar PT Freeport Indonesia atas kehilangan Graeme dan terlukanya Ucok dan Jibral dalam insiden penembakan tersebut,” kata John Bunay.
Jangan kiranya kita menjadikan areal kerja Freeport sebagai lautan darah manusia yang tidak berdosa dan janganlah pula menjadikan areal kerja perusahaan tambang tembaga, perak dan emas ini sebagai arena pertempuran berbagai kekuatan senjata.
“Freeport hadir untuk menghidupkan Papua, Indonesia dan dunia maka janganlah menjadikan Freport sebagai arena konflik. Apabila Freeport menjadi arena konflik maka Papua dan Indonesia pun akan konflik,” katanya mengingatkan. **