Oleh: Makawaru da Cunha I
PAPUAinside.id, BATANG—Nyadran Gunung Silurah 2024 berlangsung di Taman Budaya Silurah, Desa Silurah, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah, 28-30 November 2024.
Salah-satu rangkaian kegiatan Nyadran Gunung Silurah 2024, yang mencuri hati pengunjung atau tamu yakni ritual penyembelihan kebo bule pada 30 November 2024.
Nyadran Gunung Silurah 2024 mengusung tema “Merayakan Warisan Budaya tak Benda”.
Ritual Penyembelihan Kebo Bule di sela-sela Nyadran Gunung Silurah 2024 di Desa Silurah, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah, 30 November 2024. (Foto: Panpel Nyadran Gunung Silurah 2024)Ritual Penyembelihan Kebo Bule di sela-sela Nyadran Gunung Silurah 2024 di Desa Silurah, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah, 30 November 2024. (Foto: Panpel Nyadran Gunung Silurah 2024)
Ketua Panitia Nyadran Gunung Silurah 2024, Budi Cahyono mengatakan ritual penyembelihan kebo bule atau kerbau Albino telah dilakukan turun-temurun sejak 112 tahun silam.
Budi mengatakan, ritual penyembelihan kebo bule diyakini berawal dari wabah penyakit yang terjadi di Desa Silurah, sekitar 500 tahun silam.
“Pada zaman dahulu muncul wabah penyakit, yang menimpah warga Silurah. Pagi sakit kemudian sore meninggal,” ujar Budi.
Budi menjelaskan, ritual ini lahir sebagai upaya untuk mengatasi musibah tersebut.
Dikatakan pemimpin adat saat itu mendapat petunjuk dalam mimpi untuk melakukan serangkaian ritual, agar penyakit dan musibah, yang melanda Desa Silurah segera sirna.
Penyembelihan hewan kurban, ucapnya, berupa kambing kendit hitam dengan motif lingkar putih dilakukan setiap tahun, sedangkan penyembelihan kebo bule setiap tujuh tahun pada Jumat Kliwon di bulan Jumadil Awal.
“Setelah disembelih sebagian daging dimasak, kemudian yang lain dibagi kepada setiap warga yang datang membawa sesajian, kecuali kepala, kaki dan kulit diberikan kepada penyembelih,” terang Budi.
Menurutnya, ritual ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas keselamatan yang diberikan Tuhan, dan sebagai bentuk tawakal kepada-Nya dalam menjalani kehidupan.
Dua Tokoh Adat, yang memimpin Ritual Penyembelihan Kebo Bule di sela-sela Nyadran Gunung Silurah 2024 di Desa Silurah, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah, 30 November 2024. (Foto: Panpel Nyadran Gunung Silurah 2024)
Steering Committee Nyadran Gunung Silurah 2024, Mja Nashir, mengungkapkan bahwa Nyadran Gunung adalah bentuk manifestasi spiritualitas masyarakat, yang mengingatkan akan pentingnya menjaga harmoni dengan alam dan leluhur.
“Nyadran bukan hanya ritual, tapi juga pengingat akan hubungan kita dengan alam dan budaya kita,” ungkap Nashir.
Nokeners dan warga menyampaikan salam menolen di sela-sela Ritual Penyembelihan Kebo Bule di sela-sela Nyadran Gunung Silurah 2024 di Desa Silurah, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah, 30 November 2024. (Foto: Panpel Nyadran Gunung Silurah 2024)
Turut hadir Perwakilan Komunitas Menoken Mamta, Komunitas Menoken Saireri, Komunitas Menoken Mee Pago, Komunitas Menoken Domberai, Komunitas Menoken Animha, Nokeners Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA) PT Yombe Namblong Nggua, Nokeners Mitra BUMMA, serta sejumlah komunitas di Jawa Tengah.
Kehadiran Nokeners ini adalah untuk memperingati empat tahun kegiatan menoken pertama pada November 2020 di sejumlah tempat di Garut, Banten, Batang, Magelang dan Yogyakarta, mengusung Tema Menoken Kembali Mula “Baku Belajar” November 2020-2024.
Ambrosius Ruwindrijarto, Nokeners yang berdomisili di Yogyakarta, mengatakan Menoken Kembali Mula “Baku Belajar” November 2020-2024 adalah napak tilas atau menelusuri kembali menoken pertama pada November 2020 lalu.
Sementara itu, Yuniken Mayangsari, yang akrab dipanggil Niken, Nokeners domisili Bogor, mengatakan kegiatan menoken terinspirasi dari filosofi noken atau tas khas masyarakat di Tanah Papua.
Menurut Niken, Menoken Kembali Mula “Baku Belajar” November 2020-2024, sesuai temanya adalah selalu menyambung rajutan konektivitas antara Nokeners dimana pun yang telah terhubung selama ini dan saling mendukung.
Dalam hal kehadiran Nokeners dari berbagai Wilayah Budaya di Tanah Papua ke Tanah Jawa, yang salah satunya hadir langsung mendukung kegiatan ekowisata berbudaya di Nyadran Gunung Silurah 2024 ini, akan semakin menguatkan kebanggaan akan filosofi tas noken, yang diimplementasikan dalam kegiatan Menoken, Menanam Kehidupan (Memulihkan Tanah dan Air) dan juga Mem-BUMMA. **