Oleh: Peter Tukan **
Pengumuman dan Pelantikan para Menteri dan Wakil Menteri (Wamen) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah berakhir sekitar dua pekan lalu. Kini, para pembantu Presiden dan Wakil Presiden itu sudah mulai “kebut” dengan program kerja di Kementerian masing-masing yang diharuskan searah dengan visi pembangunan lima tahun (2019-2024) yang ditetapkan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin.
Mengingat kembali “hingar-bingar” proses pencalonan Menteri dan Wamen pada dua pekan lalu itu, kita tentu belum lupa akan terjadinya polemik tentang representasi (keterwakilan) masyarakat Papua di dalam gerbong Kabinet Indonesia Maju itu. Muncul polemik terkait keterwakilan Papua dan keterwakilan Orang Asli Papua (OAP). Diskusi dan debat kusir soal yang satu ini, sempat “memanas” ke permukaan media, namun hal itu kini berangsur dingin seiring berputarnya jarum jam aktivitas kehidupan umat manusia di muka Bumi ini.
Presiden Memanggil JWW
Mantan Bupati Jayawijaya, Provinsi Papua, John Wempi Wetipo yang sering dikenal dengan akronim “JWW” datang ke Istana Negara pada Jumat (25/10) sekitar Pkl.08.58 WIB mengenakan kemeja putih dan belana hitam. Dengan gagah perkasa penuh riang gembiara, Ketua DPD PDIP Provinsi Papua ini melangkah memasuki Istana Kepresidenan itu.
JWW yang sering disapa dengan nama manisnya “Kaka Wempi” merupakan satu-satunya OAP di Kabinet Indonesia Maju. Sebelumnya Presiden Jokowi sudah memilih Bahlil Lahadalia — yang katanya — merupakan seorang putra Papua sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) – lembaga setingkat Kementerian.
Dengan datangnya Kaka Wempi ke Istana, publik membenarkan bahwa pada akhirnya Jokowi memenuhi janjinya yakni bakal ada perwakilan Papua yang dipercayakan masuk dalam gerbong Kabinet Indonesia Maju. Kaka Wempi mendapat kepercayaan menjadi Wakil Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Jokowi pernah memastikan di Kabinet barunya akan ada representasi Papua. Hal ini diungkapkan Jokowi usai menerima siswa-siswi sekolah dasar asal Papua di halaman belakang Istana Merdeka pada 11 Oktober 2019 lalu.
Pengangkatan seorang putra Papua menduduki jabatan dalam Kabinet Indonesia Maju sebagai representasi Papua harus dapat diterima semua pihak di Persada Indonesia tanpa sedikitpun mengabaikan putra-putri Indonesia dari wilayah lain di Nusantara ini.
Kebijakan Presiden Jokowi mengangkat putra Papua menduduki jabatan setingkat menteri sangatlah wajar karena selain Tanah Papua yang sangat luas ini (yang jika dibagi dalam sebuah wilayah provinsi maka terdapat sekitar tujuh provinsi di Tanah Papua) memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah yang telah terbukti ikut memperkuat APBN, juga karena kekhususan sejarah kembalinya Papua ke pangkuan Indonesia – berbeda dengan wilayah provinsi lain di Negara Republik Indonesia ini.
Namun demikian, untuk zaman ini, mengangkat seseorang putra asli Papua menduduki jabatan di lingkungan pemerintahan atau di lembaga lain dimana saja, tentunya tidak hanya karena pertimbangan kepapuannya saja, karena jika hanya pertimbangan kepapuannya, maka semua orang yang terbukti sebagai OAP dapat saja menduduki jabatan penting dan strategis di sebuah lembaga pemerintaan atau swasta itu.
Pada masa lalu, mungkin masih bisa kita menempatkan seorang putra Papua hanya pada pertimbangan kepapuannya itu lantaran pada masa itu, masih banyak putra-putri OAP belum mengenyam pendidikan yang memadai dan belum ada atau belum banyak OAP yang terbukti profesional di bidangnya.
Namun, dengan adanya banyak lembaga pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi di Papua khususnya, dan Indonesia pada umumnya, malahan di berbagai belahan dunia, dan seiring dengan perkembangan dan tuntutan zaman, maka pada hari ini sudah begitu banyak putra-putri Papua memiliki kemampuan yang mumpuni di bidang yang mereka geluti. Sudah banyak putra-putri OAP yang profesional di bidangnya. Kaum muda Orang Asli Papua sekarang, jauh lebih pintar, cerdas dan kritis dibandingkan pada tahun limapuluhan.
Tanpa menyepelehkan wewenang Partai Politik yang menyodorkan nama calon Menteri atau calon Wamen kepada Presiden, sepertinya pengangkatan putra Papua menduduki jabatan setingkat Menteri untuk kali ini cukup mencengangkan banyak kalangan khususnya di Tanah Papua sendiri seolah-olah pada zaman ini belum ada putra-putri Papua yang memiliki kemampuan yang mumpuni untuk menjalankan tugas-tugas yang penting dan mulia di Kabinet Indonesia Maju. Malahan tidak sedikit orang berpendapat bahwa, jabatan Wakil Menteri itu harus ditempati oleh kalangan profesional. Sangat bagus jika, orang yang diambil dari kalangan Partai nPolitik (Parpol) untuk menduduki jabatan Wamen itu, selain dia adalah kader partai sekaligus juga profesional.
Seorang pekerja profesional dalam bahasa keseharian adalah seorang pekerja yang terampil atau cakap dalam bidang kerjanya. Seorang pekerja profesional perlu dibedakan dari seorang teknisi, keduanya (pekerja profesional dan teknisi) dapat saja tampil dengan unjuk kerja yang sama (misalnya: menguasasi teknik kerja yang sama, menguasai prosedur kerja yang sama, dapat memecahkan masalah-masalah teknis dalam bidang kerjanya), tetapi seorang pekerja profesional dituntut menguasasi visi yang mendasari ketrampilannya yang menyangkut wawasan filosofis, pertimbbangan rasional, dan memilikii sikap yang positif dalam melaksanakn serta mengembangkan mutu karyanya.
Tokoh Masyarakat Amungme bersuara
Terkait pengangkatan dan pelantikan Wakil Menteri PUPR, seorang tokoh sekaligus intelektual OAP asal Suku Amungme, Kabupaten Mimika, Yoseph Yopi Kilangin angkat bicara dengan nada yang cukup keras terdengar di telinga kita semua. Dia mengritisi kebijakan pengangkatan Wamen PUPR tersebut.
Melalui sebuah media Online, Yopi Kilangin — tanpa mengurangi sedikitpun rasa hormatnya kepada Kaka Wempi — menyatakan kekecewaannya atas pengangkatan Wempi yang adalah putra OAP menjadi Wamen PUPR yang kemudia diketahui hasil usulan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
“Jujur, kami sebetulnya sangat kecewa dengan penunjukan perwakilan orang Papua yang duduk dalam Kabinet Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres KH Ma’ruf Amin karena terkesan hanya sebagai pelengkap saja. Tapi apa mau dikata, keputusan sudah dibuat oleh Jokowi. Kami hanya berharap Wempi Wetipo bisa melaksanakan amanat itu dengan sebaik-baiknya meskipun dia bukan dari latarbelakang teknik, tapi pariwisata,” kata Yopi Kilangin, Selasa (29/10).
Namun, mantan Ketua DPRD Mimika periode 2004 – 2009 itu, meyakini bahwa penentuan figur Menteri atau Wamen merupakan hak prerogatif Presiden Jokowi.
Yopi Kilangin menyatakan penunjukan figur yang duduk dalam Kabinet Pemerintahan, apalagi mewakili Papua, daerah yang selama puluhan tahun selalu bergejolak, harus melalui pertimbangan yang matang.
:Jangan sekedar mengeangkat seseorang supaya terkesan ada tampang Papua dalam kabinet. Apakah dia punya kemampuan atau tidak di bidangnya yang ditugaskan itu. Kalau mau pilih orang Papua duduk dalam kabinet maka pilihlah orang yang tepat, punya kapasitas serta integritas,” ujar Yoseph Yopi Kilangin.
Menceramati apa yang disampaikan Yopi Kilangin di atas sembari menyadari realitas masyarakat di Papua dan Orang Asli Papua saat ini, — dimana sebenarnya sudah banyak orang muda OAP yang memiliki kapabilitas, kredibiltas dan integritas yang mumpuni namun tidak sampai tertangkap “radar Istana Presiden” — maka orang dapat saja berandai-andai dan menduga-duga (praduga tak bersalah) bahwa, jangan-jangan dalam penentuan seseorang untuk menduduki jabatan Menteri dan/atau Wamen yang adalah representasi Papua pada dua pekan lalu itu, Persada Indonesia sedang dilanda “musim politik dagang sapi “ yang dengan sadar, tahu dan mau mengabaikan tuntutan profesionalisme.
Begitu pula, jangan sampai, pada menit-menit terakhir penentuan, siapa figur OAP yang pantas dan mumpuni memangku jabatan Menteri atau Wamen, pertimbangan OAP atau keterwakilan Papua hanya sebagai jaket hangat yang menutupi sembunyinya “udang di balik batu, batu di balik udang dan udang di balik ba’wan? ***
** Peter Tukan: Wartawan (1983-2010)