Sukacita Jemaat GKI Getsemani Kotaraja Rayakan HUT 165 PI di Tanah Papua

Ketua Jemaat GKI Getsemani Kotaraja Pdt Ida Irene Mayor bersama angota Majelis pada ibadah perayaan HUT-165 PI di Tanah Papua, Rabu (05/02/2020). (foto: Nethy DS)
banner 468x60

Nethy DS |

PAPUAinside.com, JAYAPURA— Ibadah HUT-165 PI di Tanah Papua di Jemaat GKI Getsemani Kotaraja, Jayapura 5 Februari 2020 berbeda dari ibadah-ibadah lainnya seperti ibadah setiap hari Minggu.

banner 336x280

Semua Mejelis dan warga jemaat mengenakan busana sesuai dengan asal daerah masing-masing. Puji-pujian yang dilantunkan juga menggunakan bahasa daerah masing-masing ada lagu pujian berbahasa Toraja, Bahasa Ambon dan Bahasa Batak.

Puji-pujian lagu rohani Bahasa Toraja dengan busana etnik Toraja dari Wyik III GKI Getsemani Kotaraja pada ibadah perayaan HUT-165n PI di Tanah Papua. (foto: Nethy DS)

5 Februari setiap tahunnya ditetapkan sebagai Hari PI (Pekabaran Injil) di Tanah Papua.

Pemda Provinsi Papua menetapkan hari libur fakultatif untuk memberikan kesempatan kepada seluruh umat Kristiani di Papua merayakan hari bersejarah tersebut dengan ibadah.

Penetapan 5 Februari sebagai hari PI di Tanah Papua bertepatan dengan kedatangan dua penginjil asal Jerman Carl Willem Ottow dan Johann Gotlob Gaeissler di Pulau Mansiman Manokwari Papua Barat 5 Februari 1855 pada pukul 06.00 WIT.

Paduan suara bahasa daerah Batak membawakan pujian. (foto: Nethy DS)

Sejak itu Injil kebenaran diberitakan di Tanah Papua.

Pendeta Ida Irene Mayor dalam khotbahnya pada ibadah HUT-165 PI di Tanah Papua di GKI Getsemani Kotaraja mengatakan, Injil adalah anugerah Tuhan kepada orang Papua dan semua orang yang percaya pada Injil.

Masuknya injil ke Tanah Papua membuka tabir kegelapan, segala sekat-sekat diantara sesama manusia dilepaskan, tembok-tembok pemisah di hancurkan.

‘’Karena Injil maka semua orang bisa ada di Papua saat ini, ada Orang Toraja, Orang Batak, Orang Ambon, Orang Manado, Orang Jawa dan lainnya yang percaya pada Injil. Perbedaan-perbedaan sudah diruntuhkan, kita semua satu dalam Iman percaya kepada Yesus Kristus yang adalah Injil itu sendiri,’’ jelasnya.

Paduan suara Jemaat dengan konduktor Penatua Yusak Reba. (foto: Nethy DS)

Berbeda-beda tetapi satu dalam iman percaya pada Yesus Kristus ditandai dengan busana etnik yang dikenakan Majelis dan warga jemaat yang datang beribadah. Ada yang mengenakan baju daerah asal Toraja, Jawa, Batak, Manado maupun Ambon dan lainnya. Pendeta Ida Irene Mayor STh sendiri mengenakan penutup kepala khas Papua.

‘’Melihat inti dari berita Injil itu yang membebaskan, membuka tabir kegelapan membongkar sekat-sekat perbedaan suku, budaya, bangsa maupun bahasa, ketika Ottow dan Geissler tiba tahun 1855 dengan membawa Injil. Maka Tanah Papua yang gelap dan masih dikuasai kekuatan alam, menjadi terbuka,’’ terangnya.

Paduan Suara dari Wyik IV membawakan pujian. (foto: Nethy DS)

Tanah Papua terbuka oleh Injil, sejak 5 Februari tahun 1855 saat Ottow dan Geissler membawa Injil maka sampai saat ini pemrintah gereja bahkan semua suku bangsa datang dan hidup bersama-sama di atas tanah ini.

‘’Hakekat Gereja adalah persekutuan orang-orang percaya tanpa perbedaan. Hari ini Majelis diberikan kesempatan untuk gunakan pakaian sesuai budayanya,  untuk perlihatkan bahwa karena Injil kita semua sama meskipun berbeda suku bangsa maupun budaya tetapi perbedaan itu dipersatukan dalam Injil,’’ jelasnya.

Pendeta, Majelis dan warga jemaat bersalaman usai ibadah. (foto: Nethy DS)

Ditegaskan, setelah menerima Injil sebagai kabar sukacita maka mejjadi tugas semua orang percaya untuk memberitakan Injil sesuai dengan tema HUT-165 PI 2020 di Tanah Papua, ‘’Celakalah aku jika aku tidak memberitakan Injil, I Kor 9: 16).

‘’Jadi peringatan HUT-165 PI di Tanah Papua juga menjadi momentum bagi semua umat yang percaya pada Injil untuk terus memberitakan injil,’’ tegas Pendeta Ida Mayor. **

Warga Jemaat menikmati makanan yang disiapkan Panitia Hari-Hari Gerejawi. (foto: istimewa)

banner 336x280