Penyelenggara Pemerintahan di Papua Harus Dibenahi

Kabaintelkam Polri Komjen Pol Paulus Waterpauw membawakan materi pada FGD Pengabdian Masyarakat Program Ketahanan Nasional (PKN) Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia di Papua, dengan topik "Ketahanan Sosial Budaya dan Pembangunan Papua Dalam Perspektif Ketahanan Nasional" di Aula Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Cenderawasih, Senin (18/10/2021). (foto: istimewa)
banner 468x60

PAPUAInside.com, JAYAPURA— Untuk memajukan Papua dalam mencapai kesejahteraan di segala bidang seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi maka hal pertama yang dilakukan adalah membenahi penyelenggaraan pemerintahan.

Penegasan tersebut disampaikan Kepala Badan Intelijen Keamanan (Kabaintelkam) Polri Komjen Pol Drs Paulus Waterpauw dalam Forum Grup Diskusi (FGD) Pengabdian Masyarakat Program Ketahanan Nasional (PKN) Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia di Papua, dengan topik “Ketahanan Sosial Budaya dan Pembangunan Papua Dalam Perspektif Ketahanan Nasional” yang dikoordinir Rektor Uncen Ir. Apolo Safanpo, ST., MT.  Senin (18/10/2021) di Aula Fakultas Ekonomi dan Bisnis Kampus Waena Universitas Cenderawasih.

banner 336x280

‘’Teman-teman di Lemhanas dulu mengatakan, mengatasi masalah Papua itu dari segi pendidikannya, kesehatannya, ekonominya tetapi saya katakana bukan, penyelenggara pemerintahannya yang harus dibenahi, karena merekalah pengambil kebijakan dan keputusan dalam pembangunan,’’ jelas Komjen Waterpauw.

Diskusi diikuti sekitar 100 peserta dari mahasiswa maupun pengajar di Universitas Cenderawasih.

Dikatakan, dari 34 Provinsi di Indonesia, Provinsi Papua yang memiliki IPM terendah 60,44 padahal Otonomi Khusus sudah berlangsung sejak tahun 2001.

Setiap tahunnya dana Otsus yang digelontorkan ke Papua mencapai triliunan rupiah yang tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan Orang Asli Papua di segala aspek kehidupan. ‘’Dana Otsus dari tahun ke tahun meningkat, namun posisi Papua dengan IPM terendah di Indonesia tidak berubah,’’ tegasnya.

Hingga tahun 2021, jumlah dana otsus yang sudah diberikan ke Provinsi Papua 106, 03 Triliun.

Tidak maksimalnya penggunaan dana otonomi khusus di Papua bukan karena undang-undangnya namun karena peneyelenggaranya yang tidak mumpuni dalam pengelolaan.

“Jadi, bukan dari norma otsusnya yang gagal tapi dari ekskutornya,” kata Guru Besar Hukum Universitas Cenderawasi (Uncen) Prof Dr Melkias Hetaria M.Hum yang menjadi salah satu pembicara dalam FGD tersebut.

Kurang mumpuninya penyelenggara pemerintahan karena tidak mampu menyerap aspirasi masyarakat. ‘’Bagaimana mau mendengarkan aspirasi masyarakat  jika tidak pernah berada di kabupaten atau distrik, tetapi lebih banyak berada di luar daerah,’’ tegas Waterpauw.

Ke depan pesan Prof  Hetaria agar dalam memilih pemimpin tidak berdasarkan kerabat atau satu golongan tetapi karena kemampuyn managerialnya. ‘’Jika tidak maka Papua akan tetap ketinggalan sementara perkembangan dunia terus maju,’’ tegasnya.

Senada dengan Prof Hetaria, Komjen Paulus mengatakan sebaik apapun undang-undang yang diberlakukan namun jika pemimpinnya tidak memiliki kemampuan menerjemahkannya ke dalam program pembangunan yang berpihak ke rakyat, maka  tetap tidak berhasil.

Paulus berepsan kepada mahasiswa Uncen yang hadir dalam FGD tersebut untuk tidak meniru sifat pemimpin-pemimpin pendahulu seperti itu karena kemajuan harus diperjuangkan. ‘’Jangan ikuti jejak pemimpin seperti itu, tirulah sikap yang baik karena siapa lagi yang akan memajukan Tanah Papua ini kalau bukan pemimpin dan adek adek mahasiswa adalah pemimpian di masa depan,’’ jelasnya. **

 

banner 336x280