Oleh: Nethy DS
Papuainside.com, Jayapura—Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) memilih Provinsi Papua menjadi model program three ends atau 3 akhir kekerasan terhadap perempuan dan anak di seluruh Indonesia. Pasalnya, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Tanah Papua tertinggi di seluruh Indonesia.
Demikian disampaikan Menteri PP-PA Yohana Susana Yembise, ketika membuka peringatan Hari Masyarakat Adat Sedunia tahun 2019 di Aula Badan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Papua, Cigombong, Kota Jayapura, Jumat (9/8).
Peringatan Hari Masyarakat Adat Sedunia tahun 2019, mengusung tema Lestarikan Bahasa Suku Sebagai Jatidiri Papua. Acara ini diselenggarakan Dewan Adat Papua dengan Ketua Yan Pieter Yarangga.
Dikatakan, sejak tahun 2016 lalu Kementerian PPPA mengambil inisiatif mendekati DAP, untuk bersama-sama melihat isu perempuan dan anak serta mencari solusinya, karena isu perempuan anak ini melekat dengan adat istiadat dan tradisi.
“Artinya manusia-manusia kita di negara ini atau pun di tanah ini kan dibentuk juga oleh tradisi dan adat. Jadi pasti masalah yang berhubungan dengan perempuan dan anak pasti ada hubungan juga dengan adat istiadat dan agama,” kata Menteri Yembise yang akrab disapa Mama Yo.
Menurut Mama Yo, three ends adalah program primadona KPP-PA. Pertama, mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kedua, mengakhiri perdagangan manusia dimana perempuan dan anak menjadi korban. Ketiga, mengakhiri kesenjangan ekonomi dan diskriminasi lainnya terhadap kaum perempuan.
“Saya minta dukungan dari DAP yang ada di Tanah Papua, untuk bisa mendukung kami dalam mensukseskan three ends,” terangnya.
Program three ends juga akan dikembangkan ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Maluku. Pasalnya, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah Indonesia Timur masih sangat tinggi, baik fisik maupun psikis, seperti kekerasan seksual, kekerasan emosional, penelantaran perempuan dan anak dan lain lain.
Menteri menjelaskan, pihaknya sedang mengumpulkan data dari provinsi di seluruh Indonesia, berapa banyak kekerasan yang terjadi. Tapi yang jelas kekerasan terhadap perempuan cukup tinggi termasuk anak -anak dan hal yang luar biasa yakni terjadi kenaikan angka kekerasan.
Dikatakan, masyarakat sudah mulai berani melapor dibandingkan tahun -tahun sebelumnya, dimana masyarakat enggan melapor, karena merasa bahwa aib keluarga dan memalukan nama baik keluarga, sehingga kelihatan datanya kurang.
“Tapi kalau kita lihat sekarang ini data makin naik, karena masyarakat sudah mulai melaporkan. Dan asumsi saya kalau makin banyak masyarakat melaporkan, maka makin membuat masyarakat sadar untuk menurunkan angka kekerasan tersebut,” terang Professor perempuan pertama dari Tanah Papua ini.
Mama Yo mengatakan dalam beberapa kali dialog dengan kelompok perempuan di Papua terungkap bahwa mas kawin dan minuman keras merupakan salah satu pemicu terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Saat ini Kami bekerjasama dengan DAP untuk membuktikan apakah betul- betul mas kawin itu merupakan pemicu kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kami sedang mengkajinya,” ungkapnya.
Peringatan Hari Masyarakat Adat Sedunia di Papua, dirangkaikan talk show, kuliner lokal, pemutaran film, pameran budaya dan musik Papua.
Hadir dalam acara tersebut Ketua (DAP) Yan Pieter Yarangga, Forkopimda Provinsi Papua, DPR Papua, perwakilan masyarakat dari 7 wilayah adat di Tanah Papua: Tabi/Mamta, Saereri, Mee Pago, La Pago, Anim Ha, Bomberai dan Domberai. **