Oleh: Nethy DS |
PAPUAinside.com, JAYAPURA— Memanfaatkan sinar matahari menjadi sumber tenaga listrik dalam skala besar diterapkan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sumber energi PLTS ini diklaim ramah lingkungan karena tidak menghasilkan gas buang atau polusi, mengurangi pemanasan global efek rumah kaca serta tidak tergantung pada bahan bakar untuk menggerakkan mesin guna menghasilkan listrik seperti jika menggunakan mesin pembangkit listrik tenaga diesel.
Di NTB terdapat tiga lokasi pembangunan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) yaitu PLTS Sengkol berkapasitas 7 MWp, PLTS Pringgabaya 7 MWp dan Selong 7 MWp mampu melayani 19.650 rumah tangga pelanggan 900 VA.
‘’Ini merupakan PLTS terbesar di Nusa Tenggara Barat,’’ terang Muhammad Wildan Site Engineer PLTS Sengkol di Lombok, NTB saat sejumlah jurnalis dari Papua dan Papua Barat melakukan media tour bersama PLN Unit Induk Wilayah Papua dan Papua Barat (UIWP2B) 16-19 Desember 2019 lalu.
PLTS ini mulai menghasilkan energi kemudian di salurkan ke PLN sejak Juli 2019 lalu.
Memanfaatkan sinar matahari sebagai pembangkit listrik menurut Wildan memberikan beberapa keuntungan, lebih hemat, ramah lingkungan, tidak membutuhkan biaya perawatan yang besar. Setelah fotovolnik terpasang maka dengan sendirinya sinar matahari diubah menjadi sumber listrik.
‘’Pemusatan energi surya menggunakan sistem lensa atau cermin dikombinasikan dengan sistem pelacak untuk memfokuskan energi matahari ke satu titik untuk menggerakkan mesin kalor,’’ terangnya.
PLTS Sengkol yang dikunjungi jurnalis di bangun di area seluas 9 ha. Memasuki wilayah tersebut ibarat memasuki area kebun, tetapi bukan kebun petani tetapi kebun fotovolnik, karena yang terlihat ribuan fotovolnik terhampar, berdiri setinggi sekitar 2 meter sehingga dibawahnya bisa dilewati.
Sekitar fotovolnik sangat bersih, tidak ada rumput apalagi semak belukar. ‘’Di bawah nya ini selalu dibersihkan untuk menghindari ular,’’ ujar Muhammad Wahyu safety officer PLTS Sengkol.
Selain menghemat biaya pemeliharaan, lokasi ini juga hanya dijaga oleh tiga orang security. Sekeliling area dipagar dan tertutup untuk umum, juga bebas polusi. ‘’Lokasi ini bebas polusi udaram tidak tampak asap atau kita menghirup gas yang biasanya mengotori udara,’’ terang Wahyu.
Dijelaskan, menggukan PLTS sebagai sumber pembakit listrik lebih hemat daripada menggunakan PLTD karena harus digerakkan menggunakan bahan bakar minyak. ‘’Hematnya sekitar Rp 1.002,85/kwh dibanding menggunakan PLTD,’’ jelas Wildan.
Soal lahan menurut Wildan bukan hal yang sulit di NTB karena warga setempat mendukung pembangunan PLTS. ‘’Masyarakat NTB sangat welcome dan tidak sulit dalam pembebasan lahan sehingga proyek ini bisa berjalan dengan baik. Kan masyarakat juga merasakan manfaat dari proyek ini,’’ jelasnya.
Tujuan mengunjungi PLTS terbesar tersebut agar para jurnalis mendapat informasi dan pengalaman yang baru sehingga penulisannya dapat berdampak positif dalam mencerdaskan masyarakat melalui pemberitaan.
‘’Kami mengajak awak media WP2B ke NTB karena di sana ada PLTS agar jurnalis bisa tahu cara pengoperasionalannya sementara di WP2B belum ada PLTS berskala besar seperti itu. Tentunya dalam kunjungan ini akan memberikan infromasi baru kepada rekan-rekan jurnalis dan mendapatkan pengalaman baru dalam menulis sehingga nantinya masyarakat mendapat informasi yang tepat,’’ terang Asistant Manager Komunikasi PLN UIWP2B Septian Dwi Pujianto, Senin (16/12). **