Kopi Asal Modio, Kabupaten Dogiyai Laris Manis di Festival Kopi Papua 2019

Petani Kopi asal Kampung Modio, Distrik Mapia Tengah, Kabupaten Dogiyai David Tekege, didampingi Kepala Kampung Modio Nicolaus Tekege dan Pendamping Bank Papua Cenderawasih Imbiri, di sela-sela Festival Kopi Papua ke-2 tahun 2019 di Halaman Kantor Perwakilan Bank Indonesia Papua, Jumat (22/11). (foto: Ignas Doy)
banner 468x60

Oleh:  Ignas Doy |

PAPUAinside.com, JAYAPURA—Festival Kopi Papua ke-2 tahun 2019, digelar di Kantor Bank Indonesia Perwakilan Papua, (21-23/11) selain menghadirkan para barista juga petani kopi, salah satunya Kelompok Tani Kopi asal Kampung Modio, Distrik Mapia Tengah, Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua.

banner 336x280

Petani Kopi asal Kampung Modio, David Tekege, yang didampingi  Kepala Kampung Modio Nicolaus Tekege dan Pendamping dari Bank Papua Cenderawasih Imbiri, yang dijumpai PAPUAinside.com di sela-sela Festival Kopi Papua ke-2 tahun 2019, Jumat (22/11) mengatakan, kopi asal Kampung Modio ini masing-masing merupakan produksi  Santa Maria Bunda Rosario Kampung Modio.

David Tekege mengatakan, pihaknya menjual kopi Modio dalam bentuk kemasan 200 gram Rp 50.000 dan green bean 1.000 gram Rp 150.000.

David Tekege menuturkan, untuk terlibat didalam Festival Kopi Papua tahun 2019 pihaknya membawa-serta kopi dari Kampung Modio, berupa kemasan 41 bungkus dan Green bean 75  kilogram.

“Puji  Tuhan semuanya laris manis dan laku terjual saat Festival Kopi Papua 2019. Sisa 10 persen sudah diorder ke sejumlah kedai kopi di Kota Jayapura,” kata David Tekege bangga.

Ia mengutarakan, David Tekege, kelompok tani di Kampung Modio selama ini mengembangkan usaha menanam kopi di lahan-lahan atau kebun -kebun milik warga sendiri.

Dikatakannya, kelompok  tani di Kampung Modio  sementara ini terdiri dari 10 Kelompok Tani. Masing-masing kelompok tani  sebanyak 13-15 orang terdiri dari ayah, ibu, anak-anak dan kerabat dekat.

Selain kopi, jelasnya, kelompok tani setempat juga menanam palawija, untuk kebutuhan makanan sehari –hari,  seperti umbi–umbian, sayur –sayuran dan lain-lain.

Menurutnya, usaha kopi di Kampung Modio cukup menjanjikan. Apalagi setahun menanam langsung panen. Tapi terdapat  kendala, yakni distribusi, transportasi dan pemasaran. Pasalnya, lokasi produksi kopi yang jauh di pedalaman dan akses jalan yang buruk, tanjakan dan curam.

Perjalanan darat  dari Kampung Modia ke ibukota Dogiyai di Moenemani menggunakan jasa angkutan  umum  waktu tempu selama 2 jam.

Sementara itu, Kepala Kampung Modio Nicolaus Tekege menuturkan, ia selama lima tahun terakhir ini mengumpulkan kopi milik Kelompok Tani setempat, untuk promosi dan  perkenalan kopi Modial kepada masyarakat, terutama di OPD (Organisasi Pemeritahan Daerah) di lingkungan Pemkab Dogiyai.

“Saya kumpul kopi dari masyarakat selana dua sampai  tiga bulan dapat uang sekitar  Rp  10 juta,”  terangnya.

Pendamping dari Bank Papua Cenderawasih Imbiri menjelaskan, Bank Papua sebagai BUMD (Badan  Usaha Milik  Daerah) Provinsi Papua menjalankan perannya dalam hal tanggungjawab sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR), sejak 2018 lalu memberikan pendampingan kepada kelompok petani.

“Kami tak memberi dana, tapi menyediakan peralatan produksi bagi kelompok  tani setempat, seperti alat pengupas dan alat pengering kopi,” tukasnya.

Bank Papua, tukasnya, telah memberikan bantuan berupa alat pengupas dan alat pengering kopi sebanyak 10  unit  alat pengupas dan alat pengering kopi, khususnya kepada 10 kelompok tani  Kampung Modio.

Selain pendampingan dari Bank Papua, lanjutnya,  juga ada pendampingan dari LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yakni Green Papua atau Papua Hijau, yang memberikan pendampingan dan pembinaan kepada masing-masing kelompok tani  mulai penanaman, pengolahan serta  menyiapkan kantong plastik untuk pembibitan kopi,” ucapnya.  **

 

 

 

banner 336x280