}Oleh: Faisal Narwawan|
Papuainside.com, Jayapura – Koalisi Masyarakat Sipil Papua Untuk Semua (Ko Masi Papua) mengeluarkan sejumlah pernyataan sikap mengenai penanganan pemerintah pasca kericuhan di Papua.
Pernyataan sikap ini disampaikan koalisi tersebut kepada wartawan di Jayapura, Selasa (17/9/2018) sore.
Koodinator Ko Masi Papua Sam Awom mengatakan, berdasarkan temuan Koalisi, pada tanggal 29 Agustus, ada 3 warga sipil yang tertembak. 2 warga terkena peluru nyasar saat massa aksi demonstrasi di Expo Waena, 1 warga lainnya tertembak di Abepura, pasca aksi demo.
Koalisi juga menemukan adanya aksi sweeping yang dilakukan oleh Kelompok masyarakat tertentu pada tanggal 30 Agustus. ‘’Akibatnya, setidaknya 9 orang mengalami luka berat dan ringan karena senjata tajam. Sedangkan 1 orang pemuda meninggal dunia,’’ jelasnya.
Pada 1 September 2019 telah terjadi penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat terhadap penghuni Asrama Mahasiswa Nayak I Kamkey, Abepura. ‘’Akibatnya, sebanyak 19 orang menjadi korban (17 orang mengalami luka karena lemparan batu dan senjata tajam, 1 orang meninggal karena tertembak dan 1 orang lain terluka karena tembakan,’’ jelasnya.
Koalisi juga menemukan 8 orang masyarakat sipil dan 1 anggota TNI meninggal dunia dalam aksi demonstrasi di Deiyai pada tanggal 28 Agustus, 17 orang mendapatkan kekerasan fisik dan 2 orang luka karena tembakan aparat.
Dilanjutkan, berdasarkan investigasi Koalisi, 2 orang tertembak dan setidaknya 18 orang mengalami kekerasan fisik di Timika pada tanggal 21 Agustus. Sedangkan di Fakfak, pada hari yang sama, 1 orang terkena luka tikam, 1 orang terkena lemparan batu dan 1 orang terkena peluru nyasar.
Menurut data Koalisi, sudah ada 99 yang ditetapkan tersangka. Di Jayapura ada 39 orang, Timika: 8 orang, Deiyai : 16 orang, Manokwari : 19 orang dan Kota Sorong : 14 orang, Fakfak 3 orang.
Terkait eksodus mahasiswa, koalisi berpendapat, pemerintah harus memastikan hak mereka untuk tetap melanjutkan pendidikan tetapi juga jaminan atas keamanan mereka.
Koalisi mendesak pemerintah pusat, pemda provinsi Papua dan Papua Barat, maupun pemerintah kabupaten dan kota untuk bertanggung jawab secara penuh atas nasib ribuan mahasiswa tersebut.
“Mereka adalah korban dan tidak boleh dijadikan beban apalagi diabaikan hak nya untuk mendapatkan akses pendidikan. Karena kepulangan mahasiswa merefleksikan kegagalan negara dan instrumentnya dalam memastikan keamanan setiap warganya tanpa terkecuali,” jelasnya.
Dalam pernyataan sikap ini, koalisi melalui koordinatornya Sam Awom menyampaikan 12 tuntutannya.
Berikut 12 tuntutan koalisi:
- Meminta pemerintah dan kepolisian untuk mengeluarkan data valid terkait jumlah korban luka dan jiwa pasca demonstrasi
- Memastikan adanya tuntutan hukum terhadap para pelaku kejahatan
- Menjamin para korban dan keluarganya bisa mendapatkan reparasi yang menyeluruh dan efektif
- Memastikan pemenuhan terhadap hak-hak tersangka demonstrasi selama menjalani pemeriksaan.
- Pemerintah menghentikan intimidasi dan kriminalisasi terhadap advokat, aktivis, jurnalis dan pembela HAM
- Hentikan kriminalisasi pasal makar terhadap masyarakat sipil Papua
- Mengadakan peninjauan mendalam terkait taktik yang digunakan polisi dan tentara dalam penanganan kerumunan massa
- Segera menarik semua pasukan BKO dari seluruh wilayah di Tanah Papua dan memperkuat peran pemerintahan sipil di Tanah Papua
- Melaksanakan pemulihan hukum dan sosial akibat konflik sosial pasca-kerusuhan yang terjadi di provinsi Papua dan Papua Barat.
- Membuka akses seluas-luasnya bagi jurnalis dan pekerja kemanusiaan ke Tanah Papua
- Meminta tanggung jawab penuh pemerintah nasional, provinsi, serta kota dan kabupaten di Papua dan Papua Barat untuk memenuhi hak ribuan mahasiswa terhadap akses pendidikan pasca kepulangan ke Papua
- Pemerintah pusat mencari alternatif penyelesaian konflik Papua secara komprehensif dan bermartabat. **