Koalisi Masyarakat Sipil Papua Buka Posko Pengaduan Pasca Kerusuhan

Koalisi Masyarakat Sipil Papua saat menggelar jumpa pers, Senin (9/9). (foto: Faisal Narwawan)
banner 468x60

Oleh: Faisal Narwawan|

Papuainside.com, Jayapura—Menanggapi banyaknya laporan terkait intimidasi dan penutupan akses terhadap keluarga korban yang ingin mendapatkan informasi dan kejelasan pasca kerusuhan di sejumlah wilayah Papua, Koalisi Masyarakat Sipil Papua membuka Posko Pengaduan di kantor Firma Hukum AHIMSA di Jalan Raya Sentani, Padang Bulan – Abepura.

banner 336x280

Posko tersebut dibuka untuk semua elemen masyarakat, mulai Senin (9/9) 2019.

“Kami menghimbau para keluarga korban untuk melaporkan jika ada anggota keluarga mereka yang belum diketahui keberadaannya, termasuk korban luka-luka, salah tangkap dan mereka yang mengalami trauma sejak aksi terjadi,” ungkap Baguma perwakilan dari Bersatu Untuk Kebenaran  (BUK) dalam jumpa pers, Senin (9/9) siang.

Katanya, upaya ini dilakukan salah satunya untuk mengimbangi informasi dari pihak aparat keamanan maupun pemerintah terkait adanya korban kekerasan di tanah Papua.

“Informasi terkait korban juga semakin simpang siur akibat kebijakan pembatasan dan pemutusan akses internet di tanah Papua,” tambahnya.

Disampaikan, pada 1 September pihak kepolisian telah mengeluarkan data dengan sangat rinci terkait kerusakan dan kerugian material akibat aksi unjuk rasa pada 29 Agustus di Jayapura, sedangkan data luka-luka dan meninggal dunia belum disampaikan dengan rinci.

Mengenai hal ini, Koalisi Masyarkat Sipil Papua telah menerima informasi tentang adanya korban luka maupun jiwa dari warga sipil dalam peristiwa yang terjadi di Jayapura. Saat ini pihaknya masih melakukan pendataan.

“Publik berhak untuk tahu terkait apa yang sebenarnya terjadi di Papua selama tiga minggu terakhir.

Monopoli informasi yang dilakukan oleh pemerintah disertai dengan pembatasan akses bagi keluarga koban merupakan tindakan yang tidak proporsional dan bertentangan dengan prinsip keadilan dan hak atas informasi.

Belum lagi pelayanan sosial di Jayapura juga terganggu karenanya.

‘’Kami juga sangat kecewa atas pernyataan dari Menkopolhukam Wiranto yang mengatakan bahwa terserah pemerintah apakah mau mengumumkan jumlah korban jiwa atau tidak,” kata Yuliana perwakilan  Elsham Papua.

Di satu sisi, koalisi ini menganggap aneh dengan aparat keamanan yang agresif melakukan penangkapan-penangkapan di sejumlah daerah di Papua terhadap mereka yang diduga sebagai provokator perusakan dan sebagai dalang dari peristiwa kekerasan di tanah Papua.

“Tidak adanya transparansi dari pemerintah terkait jumlah korban luka maupun jiwa baik dari peristiwa di Jayapura maupun di Deiyai dan beberapa kota lainnya di Papua menunjukkan pemerintah terkesan melakukan praktek-praktek diskriminasi terhadap korban,” ujar Sem Awom  kordinator Kontras Papua.

menurutnya, organisasi-organisasi HAM di Papua, nasional, dan internasional telah berulang kali menyerukan adanya investigasi independen, imparsial, dan efektif atas kasus-kasus dugaan pembunuhan di luar proses hukum demi terwujudnya keadilan bagi keluarga korban dan masyarakat luas.

Koalisi Masyarakat Sipil Papua mendapatkan laporan terkait adanya korban jiwa dan luka-luka yang saat ini masih berada di beberapa rumah sakit di Jayapura dan Deiyai.

“Aksesnya sulit, nah pembatasan akses bagi keluarga korban adalah bentuk pelanggaran HAM dan pemerintah dan aparat harus membuka akses bagi keluarga korban, para jurnalis, dan pekerja kemanusiaan,” kata Yuliana Langowuyo dari SKPKC Fransiskan Papua.

Koalisi berharap dengan dibukanya posko pengaduan ini, masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam pengungkapan kebenaran dengan memberikan data dan informasi terkait anggota keluarga mereka yang menjadi korban kekerasan.

“Hal ini sekaligus menjadi peringatan bagi pemerintah bahwa betapapun sistematisnya upaya pemutusan akses informasi yang dilakukannya, publik selalu menpunyai cara untuk  mengungkapkan keadilan dengan caranya sendiri,” sambung Haryanto Rumagia selaku ketua HMI cabang Jayapura.

Posko pengaduan ini dibentuk agar para pembela HAM dan publik bisa menghasilkan narasi alternatif untuk pengungkapan kebenaran yang komprehensif atas apa yang terjadi di Papua, khususnya di Jayapura, dalam beberapa minggu terakhir ini. **

 

banner 336x280