KKSB di Papua Tiru Pola Boko Haram di Nigeria dan Kartel Narkoba di Mexico

Ketua DPD Pemuda Mandala Trikora Provinsi Papua Ali Kabiay, ketika menyampaikan keterangan pers di Jayapura. (Foto: Makawaru da Cunha)

Oleh: Makawaru da Cunha  I          

PAPUAInside.com, JAYAPURA—Pendeta Yeremia Zanambani, Ketua Klasis Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, tewas ditembak Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB- OPM) atau Kelompok Kriminal Sipil Bersenjata (KKSB) 19 September 2020 lalu.

Namun peristiwa ini justru dipolitisasi KKSB, dengan menuduh TNI yang membunuh Hamba Tuhan itu.

Demikian disampaikan Ketua DPD Pemuda  Mandala Trikora Provinsi Papua, Ali  Kabiay di Jayapura, Sabtu (26/09/2020).

Dikatakannya, hal ini tentu membuat masyarakat menjadi bingung, dan mengganggu opini publik. Namun ada beberapa faktor yang membuat KKSB melakukan hal tersebut.

Pertama, KKSB ingin agar agenda Papua dimasukan didalam agenda Sidang Umum PBB yang dilaksanakan tanggal 22 – 29 September 2020  mendatang.

KKSB meniru propaganda murdered atau pembunuhan propaganda, dengan cara membunuh warga sipil dan menuduh aparat keamanan atau pemerintah sebagai pelaku utamanya.

Dikatakan hal ini tentu bertujuan untuk menarik simpati publik dan masyarakat internasional. Pola-pola seperti ini sering digunakan kelompok-kelompok teroris di seluruh dunia, seperti kelompok teroris Boko Haram di Nigeria juga pernah membunuh puluhan warga sipil dan menuduh aparat keamanan Nigeria sebagai dalangnya, kartel-kartel narkoba di Mexico juga pernah membunuh warga sipil pelintas batas di perbatasan Amerika Serikat-Mexico dan menuduh aparat keamanan di Amerika sebagai dalangnya.

“Jadi hal-hal yang dilakukan KKSB ini sudah terbaca, untuk itu warga di Papua harus sadar dengan propaganda sesat yang tak bertanggung jawab,” ujarnya.

Kedua, dukungan negara-negara Pasifik terhadap perjuangan Papua Merdeka makin berkurang dan redup, hal ini membuat KKSB makin gencar melakukan aksinya, agar mendapatkan perhatian dan dukungan penuh dari Blok Pasific.

“Apalagi saat ini sedang terjadi pandemi Covid-19 global, sehingga membuat fokus masyarakat global di kawasan Pasifik terhadap isu Papua tak terlalu menonjol,” jelasnya.

Ketiga, TPNPB-OPM kehilangan sebagian pentolan diplomasi mereka di luar negeri, kekuatan diplomasi luar negeri OPM semakin redup dan berkurang, setelah mereka kehilangan Franzalbert Joku, Nicholas  Messet dan Nicolaas Jouwe.

“Sebenarnya OPM masih mempunyai Jeffrey Bomanak sebagai Ketua dan Sebby Sembon sebagai Jubir dan penghubung OPM di luar negeri. Namun kiprah keduanya hanya sebatas di negara tetangga Papua New Guinea (PNG). Dan sudah tentu pergerakan mereka tak seluas seperti dulu,” bebernya.

Keempat,  TPNPB-OPM  ingin menunjukan eksitensinya kepada United  Liberation Movement West Papua (ULMWP) sebagai titik sentral perjuangan Papua Merdeka.

Pasalnya, ada ketidaksepahaman antara OPM dan ULMWP, hal ini sudah terjadi sejak tahun 2018 – 2019 dimana OPM tak setuju dengan pembentukan West Papua Army (WPA) yang digagas ULMWP.

Kelima, akses dan jalur pergerakan KKSB di beberapa daerah di Pegunungan tengah telah dikuasai TNI dan Polri, misalnya di Timika, semua jalur dan beberapa akses mereka sudah dikuasai TNI dan Polri, sehingga KKSB mencari jalur lain hingga memakai Intan Jaya sebagai zona perang, padahal posisi mereka sedang terpojok.

“KKSB merasa terpojok, sehingga melampiaskan kekesalannya terhadap warga sipil dan aparat keamanan,” tuturnya.

Dikatakan KKSB juga merasa paranoid atau ketakutan yang berlebihan, sehingga mereka menganggap sebagian warga sipil sebagai mata-mata TNI dan Polri. **