Keterbukaan Informasi Publik di Papua Masih Tertutup

Webinar Keterbukaan Informasi Publik Solusi Masalah Papua. (Foto: Makawaru da Cunha/Papuainside.com)
banner 468x60

Oleh: Makawaru da Cunha  I

PAPUAinside.com, JAYAPURA–Komisi Informasi (KI) Provinsi Papua menggelar Webinar Keterbukaan Informasi Publik Solusi Masalah Papua.

banner 336x280

Kegiatan ini dibuka Ketua Komisi Informasi Provinsi Papua, Wilhelmus Pigai secara daring dan luring di Hotel Horison Ultima Entrop, Papua, Selasa (26/4/2022).

Menampilkan nara sumber Drs. Frans Maniagasi, MA (Pengamat Sosial dan Politik Papua), Paskalis Kossay, SPd, MM (Tokoh Masyarakat Papua), Joel B. Agaki Wanda, SS (Anggota Komisi Informasi Provinsi Papua), dan Moderator Andriani Wally, SST (Wakil Ketua Komisi Informasi Provinsi Papua).

Paskalis Kossay mengatakan, keterbukaan informasi publik dalam lingkup Papua masih tertutup. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain, arogansi kekuasaan pejabat publik, ketidaktahuan tentang kewajiban keterbukaan informasi publik, securitysasi informasi akibat kondisi keamanan yang sering tak kondusif, intimidasi oleh pihak penguasa atau pihak lain.

Dampaknya keterbukaan informasi publik di Papua tak berkembang, seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya manipulasi informasi sesuai dengan kepentingan kelompok, kepentingan politik, kepentingan bisnis dan kepentingan ekonomi, yang memproduksi isu isu bohong atau hoax, menimbulkan penyesatan informasi yang mengganggu stabilitas sosial, politik dan keamanan di daerah.

Akuntabilitas Dana Otsus 

Frans Maniagasi mengatakan, meskipun dalam UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik terdapat beberapa pengecualian, untuk informasi yang dapat dibuka kepada public. Tapi untuk badan publik seperti eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang didanai APBN maupun APBD wajib membuka diri, untuk menyampaikan informasi kepada publik.

Dalam kasus di Papua, tukasnya, misalnya tentang pembahasan APBD. Apakah masyarakat dapat mengetahui proses penyusunan dan pembuatan APBD, bahkan masyarakat apakah memiliki akses yang lebar, untuk mengetahui APBD dan terbukanya peluang, untuk adanya diskusi publik berkenaan dengan APBD.

“Sebab bagaimanapun APBD adalah refleksi dari keputusan politik yang konkrit dari kebijakan pemerintah dalam rangka mensejahterakan rakyat Papua,” ujar Maniagasi.

Oleh karena itu, terangnya, setiap rupiah yang ada di APBD bukan hanya merupakan dokumen tertutup, yang dibahas dan ditetapkan oleh pihak legislatif dan eksekutif.

Tapi APBD adalah “kebutuhan rakyat” untuk mengetahui dengan pasti dana, termasuk dana Otsus dimanfaatkan untuk membelanjakan keperluan mereka atau tidak.

Pengalaman empirik selama 20 tahun dari 2001-2021 pelaksanaan Otsus Papua kita dihadapkan pada ketertutupan mengenai pemanfaatan dan penggunaan maupun akuntabilitas dari dana Otsus yang 2 persen itu.

Padahal ini adalah hak rakyat yang mestinya dilakukan melalui keterbukaan informasi oleh pemerintah, agar transparan dan terbuka dalam proses pembahasan sampai pada penetapan APBD. Sehingga rakyat dapat mengontrol dan mengawasi apakah nomenklatur dan angka angka dari dana Otsus tak saja tertulis dalam dokumen APBD, tapi juga pada tingkat aplikatif di lapangan telah sesuai peruntukannya.

Salah satu kekurangan pelaksanan Otsus selama 20 tahun yang lalu disebabkan oleh tak transparan dan terbukanya informasi mengenai pemanfaatan dana Otsus.

Akibatnya terjadi saling silang pendapat antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Papua, Masyarakat dan Pemerintah Provinsi, antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota saling mencurigai bahkan saling menyalahkan.

Berdasarkan pengalaman 20 tahun tersebut, tuturnya, maka pada waktu dilakukan Perubahan UU No 21 Tahun 2001 menjadi UU No. 20 tahun 2021 di Pansus DPR RI, maka salah satu dari perubahan itu adalah diakomodir tentang pasal- pasal mengenai bagaimana tata kelola Dana Otsus dan Dana Desa lain, termasuk dana sektoral dari K/L (Kementerian/Lembaga) yang akan menunjang pelaksanaan Otsus 20 tahun (2021-2042) kedepan. Sebagai penjabarannya diterbitkan Peraturan Pemerintah No 107 tahun 2021 dan tentang kelembagaan Peraturan Pemerintah No 106 tahun 2021.

8 Isu 

Sementara itu, Joel B. Agaki Wanda dalam makalahnya yang berjudul Urgensi Keterbukaan Informasi Publik di Papua.

Ia menyimpulkan bahwa selama keterbukaan itu masih tak dijalankan, maka masalah-masalah itu tetap akan muncul.

“Jadi bilamana kita di Papua, baik itu masyarakat maupun pemerintah merasa belum penting sebuah keterbukaan itu ada, maka masalah itu akan tetap ada bahkan mungkin bisa menimbulkan masalah-masalah baru,” ujarnya.

Ia pun mengangkat 8 isu keterbukaan informasi publik Papua. Pertama, masalah Otsus. Otsus gagal atau sukses. Kedua, pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua.

“Saudara bisa lihat demo dimana-mana, untuk menyatakan pendapat. Tapi mana yang berpendapat yang baik,” ucapnya.

Ketiga,  Penggunaan dana Covid-19. “Ini seperti gunung es dia muncul sendiri, tapi ternyata di bawah itu besar. Apalagi saudara-saudara yang sedang menjalankan petugas Covid-19 yang dibayar dengan honornya tak besar. Ini masalah,” katanya.

Keempat, Pertanggungjawaban dana PON XX. “Ada banyak orang bertanya-tanya, tapi bingung mau tanya kemana,” tukasnya.

Kelima, beasiswa di luar negeri. “Adakah yang pernah bertanya berapa besar dana yang ditransfer untuk mereka, bagaimana perencanaan mereka. Kita hanya melihat kulitnya saja hari ini,” ujarnya.

Keenam, Legalitas lahan (Sertifikat, Ijin dan lain-lain), sepertinya ada sertifikat-sertifikat aspal atau sertifikat yang muncul, tapi palsu.

Ketujuh, Transparansi penggunaan dana kampung. “Kita tak tahu, tapi sudah banyak kepala kampung yang jadi tersangka korupsi, bahkan masyarakat jadi korban, karena ketidaktransparan bahkan hoax dari semuanya,” ucapnya.

Kedelapan, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di setiap tingkatan badan publik.

Ia mengatakan, isu kedelapan ini adalah solusinya, karena menurut UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik diwajibkan, untuk  dibentuk di setiap badan publik.

“PPID ini menjadi corong bagi masyarakat untuk memberitakan, mengumumkan dan memberikan informasi tentang pembangunan kepada masyarakat,” pungkasnya. **

 

banner 336x280