Oleh: Faisal Narwawan|
PAPUAinside.com, JAYAPURA – Ratusan warga di Abepura khususnya kaum hawa menggelar kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan.
Kegiatan digelar dan dikolaborasikan dengan parade noken sebagai bentuk peringatan terhadap hari noken se dunia yang jatuh pada 4 Desember 2019.
Peserta berjalan santai mengenalan noken sambil membawa spanduk yang menyuarakan tolak kekerasan terhadap perempuan.
Ratusan peserta awalnya mengambil start di Lingkaran Abepura dan berakhir di Mega Futsal Abepura, Rabu (4/12/2019).
Anike Rawar selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Papua dalam sambutannya di sela-sela kegiatan tersebut mengatakan, dengan adanya kegiatan tersebut pihaknya ingin menyuarakan kepada semua masyarakat di Papua bahwa tak boleh lagi ada kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk apapun.
“Tidak ada lagi kekerasan di dalam rumah tangga, tidak ada lagi kekerasan terhadap perempuan dan anak. Budaya kaum pria di Papua bahwa perempuan Papua tak bisa apa-apa hari ini kita tantang itu, setuju,” ujar Anike yang langsung disambut teriakan setuju oleh peserta yang hadir.
Katanya, Papua saat ini penuh damai, tak boleh lagi ada kekerasan terhadap perempuan di segala penjuru Papua hingga ke pelosok.
“Saya juga ingatkan jangan sampai karena smartphone perempuan di Papua diintimidasi, apa lagi gara-gara medsos,” ucapnya lagi.
Sementara, Direktur LBH Apik Jayapura Nur Aida Duwila mengatakan, pihaknya terus berkampanye baik menyuarakan stop anti kekerasan terhadap perempuan maupun lainnya, termasuk kampanye kalau orang miskin berhak atas keadilan.
Kata dia, selama ini kasus kekerasan terhadap perempuan terutama terhadap anak cukup tinggi.
“Terutama terhadap anak, kebanyakan yang kami tangani itu kekerasan seksual yang sangat tinggi,” ujarnya.
Kata dia, tantangan yang dihadapi adalah rasa malu para korban sehingga tak sampai ke pengadilan. “Ini yang harus kita hapus, mengapa pertanggung jawaban pelaku terhadap hukum ini penting agar korban bisa berdaya suatu hari nanti,” ujarnya lagi.
Sementara, kekerasan terhadap perempuan lebih banyak diikuti perceraian. “Ketika istrinya melaporkan, suaminya biasa menceraikan istrinya, ini jadi soal akhirnya perempuan kita di sini tidak berdaya dan tak bersikap. Mungkin ini PR kita kedepan agar bagaimana perempuan bisa hadapi ini dengan berani,” katanya lagi.
Pihaknya juga mengaku siap mendampingi perempuan yang menjadi korban kekerasan bahkan pelaku kekerasan sekalipun. “Bukan berarti membebaskan dia dari hukuman. Ada masalah, kita selesaikan,” ungkapnya lagi. **