Injil: Batu Penjuru Peradaban Orang Papua

Yan Christian Warinussy, Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari/Advokat dan Pembela HAM di Tanah Papua. (foto: dok pribadi)
banner 468x60

Oleh: Yan Christian Warinussy *)

“Dengan Nama Tuhan, kami menginjak Tanah ini”, demikian untain kata-kata dari ungkapan doa yang dibawakan oleh dua orang Zendeling: Carl Wullem Ottow dan Johann Gottlob Geissler, ketika di hari Minggu pagi, 5 Februari 1855 sekitar pukul 06:00 WIT, saat mereka berdua pertama kali menginjakkan kaki di pantai pasir putih, Pulau Mansinam, di depan bibir Teluk Doreh, Mnukwar (kini Manokwari) 165 tahun yang lalu.

Perjalan mereka yang sudah dimulai dari Tanah Jerman di Benua Eropa, melalui Negeri Belanda hingga ke Tanah Papua sejak tahun 1852 sangatlah melelahkan. Kedatangan Ottow dan Geissler ke Tanah Papua, khususnya ke Pulau Mansinam, sesungguhnya diwarnai “penolakan” dari orang-orang Papua berbahasa dan budaya Numfor yang tengah mendiami pesisir Teluk Doreh dan Pulau Mansinam.

banner 336x280

Akan tetapi oleh karena Injil itu Kekuatan Allah sebagai ditulis di dalam Roma Pasal 1 ayat 16 dan 17, maka kekafiran pada suku-suku di Pulau Mansinam dan Teluk Doreh “takluk” dan mereka hanya terbengong menyaksikan perilaku dan perbuatan Ottow dan Geissler yang tengah berdoa saat itu. Bahkan saat mereka berdua mulai membangun tenda untuk tempat bermalam disana, tidak ada orang Doreh (kini Doreri) yang melarang bahkan mengusir mereka berdua.

Perintah di Bukit Zaitun untuk memberitakan Injil sebagaimana ditulis oleh Rasul Matius rupanya memiliki kekuatan yang menghalau segala peradaban lama berbentuk mengayau, merampok, bajak laut dengan peradaban baru yang bernuansa Kasih Tuhan bagi semua orang/bangsa, termasuk orang Papua yang harus menerima Injil itu sendiri.

Kata-kata Tuhan Yesus di Bukit Zaitun: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.’’ Jika disimak dari isi kata-kata Yesus tersebut, luar biasa makna dan wujudnya nampak saat itu (5 Februari 1855).

Apabila kita membaca buku-buku yang ditulis oleh beberapa Pendeta yang memiliki keahlian di bidang sejarah dan antropologi seperti DR Freerk Ch Kamma ataupun Ds Isaac Samuel Kijne, maka jelas tersirat catatan betapa “jahat” nya suku-suku di pesisir Utara Tanah Papua sebelum dan ketika itu (1800-an).

Budaya perang dan perampokan bahkan pengayauan masih marak berlangsung di sekitar Papua bahkan meluas jauh hingga ke Kepulauan Maluku Utara seperti Halmahera hingga sampai ke kepulauan Madagaskar. Nenek moyang Orang-orang Papua ketika itu sungguh perkasa. Tapi keperkasaan mereka pagi hari itu (Minggu, 5 Februari 1855) runtuh dan tak berdaya menghadapi Kekuatan Allah itu sendiri yaitu Injil.

Dalam catatan sejarah Pekabaran Injil kemudian memerdekakan Orang-orang Papua dari “kegelapan” menjadi “Terang”. Pendidikan menjadi entry point (pintu masuk) sejak tahun 1855 untuk memutus rantai “penjajahan peradaban lama” orang Papua dan menginjili mereka sebagai salah satu bangsa yang menjadi tujuan sesuai Perintah Tuhan Di Bukit Zaitun 2000-an tahun lalu.

Hari ini, di masa perayaan HUT ke 165 Pekabaran Injil di Tanah Papua, dalam pandangan saya sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua, memandang bahwa upaya menjaga dan melindungi serta merawat dan mengejawantahkan Injil sebagai Kekuatan Supra Natural dan Ilahi yang telah menjadi batu penjuru bagi perubahan peradaban (budaya dan adat-istiadat) Orang Papua mesti dipertahankan dan dikedepankan.

Itu dapat dimulai dengan melakukan kajian-kajian akademis ilmiah atas regulasi berbentuk Peraturan Daerah (Perda) Manokwari Daerah Injil. Sekaligus mendorong upaya implementasi riilnya dalam kehidupan masyarakat di Tanah Papua yang dimulai dari Mansinam dan Manokwari sendiri.

Kiranya dapat dimulai dengan menempatkan catatan sejarah Pekabaran Injil di Tanah Papua yang dimulai di Pulau Mansinam itu sebagai muatan lokal dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah di seluruh Tanah Papua. **

*) Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari/Advokat dan Pembela HAM di Tanah Papua.

banner 336x280