Oleh: Ambassador Freddy Numberi/ Founder Numberi Center
Jan Van Eechoud yang dijuluki “Bapa Papoea” (Vader der Papoea’s) dalam kesaksiannya, mengatakan:
“Nieuw-Guinea is een hard en moeilijk land. An evil that white men curse with bitter emphasis when they live in it; yet ache for with an abysmal nostalgia when they leave it. – Nieuw-Guinea adalah tanah yang keras dan sulit. Kejahatan yang dikutuk orang kulit putih dengan pengalaman pahit ketika mereka hidup di dalamnya; namun sakit dengan nostalgia yang luar biasa ketika mereka meninggalkannya”
(Jan Van Eechoud, Vergeten Aarde Nieuw-Guinea, Asterdam 1952:hal.7)
PBB telah mengeluarkan Resolusi nomor 66/290 pada 10 September 2012 dan menjadi tonggak penting bagi negara-negara anggota PBB termasuk Indonesia untuk mengimplementasikan Human Security (Keamanan Manusia) dalam kebijakan pelaksanaannya dilapangan.
Majelis Umum PBB menyetujui bahwa Keamanan Manusia (Human Security) adalah untuk membantu negara-negara anggotan PBB agar mengubah pendekatan keamanannya (security approach) menjadi Keamanan Manusia (Human Security), karena bukan berorientasi pada keamanan negara (state security). Dengan demikian orientasinya adalah human oriented bukan state oriented. Indonesia wajib melindungi warga negaranya terutama di Tanah Papua. Apa yang dialami masyarakat sipil tidak berdosa di Tanah Papua menjadi preseden buruk bagi pemerintah Indonesia, karena tidak ada tanggung jawab untuk melindungi dan menjamin rasa aman masyarakat Papua sebagai warga negara Indonesia yang terhormat. Dengan adanya 3 (tiga) Rapporteurs dari Dewan HAM PBB sebagai “Mandate Holders” diharapkan Pemerintah RI dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan baik.
Kedepan harus ada Road Map Human Security di Tanah Papua dibawah Leadership Presiden Jokowi dalam menata keamanan manusia untuk meraih Papua Tanah Damai.
Sekjen PBB Antonio Guterres, mengatakan:
“I am convinced that the creation of open equitable, inclusive and plural societies, based on respect of human right and with economic opportunities for all, represents the most tangible and meaningful alternative to overcome violent extremism. – Saya yakin bahwa terciptanya masyarakat terbuka yang adil, inklusif dan plural, berdasarkan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan dengan peluang ekonomi untuk semua, merupakan alternatif yang paling nyata dan bermakna untuk mengatasi kekerasan ekstrim”
(Derek S. Reverson and Kathleen A Mahony-Noris, Human and National Security, London, 2019)
Jakarta, 28 Februari 2022