Oleh: Nethy DS |
Papuainside.com, Jayapura— Billy Mambrasar pemuda Papua pendiri Yayasan Kitong Maju membungkam pelaku rasisme dengan menunjukkan prestasi bahwa dia lebih baik dari manusia yang merendahkan sesamanya karena perbedaan fisik.
Saat kuliah di Bandung, Billy sering menerima perlakuan rasis. “Saya juga dulu waktu masih kuliah di Bandung, sering dipanggil monyet,’’ ujar Billy dalam rilis yang diterima Papuainside.com.
Billy Mambrasar merupakan lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB), kemudian memperoleh beasiswa untuk belajar di Institusi pendidikan terbaik Australia, Australian National University (ANU), dengan beasiswa dari Pemerintah Australia, dan saat ini mengambil gelar masternya yang kedua di Universitas Terbaik dunia versi Times Higher Education: Universitas Oxford, Inggris.
“Dulu waktu pertama kali kuliah di Bandung, saya baru dari Papua, rambut kribo, badan kurus, bibir tebal dan kulit hitam. Tak luput saya dari sasaran ejekan dengan sebutan: monyet, kera, atau bodat,” tuturnya dengan sumringah.
“Sakit hati, iya… tapi saya memilih untuk tidak mengambilnya dalam di hati. Saya memutuskan untuk membuktikan ke orang-orang yang mengejek saya, bahwa saya bisa lebih dari mereka, yang merasa lebih manusia dari saya,” tuturnya penuh semangat.
Billy kemudian pada tahun terakhirnya di ITB, terpilih mengikuti pertukaran pelajar di Universitas Harvard, Amerika Serikat. Kampus ini adalah tempat belajar pemimpin dunia seperti: Bill Gates (pendiri Microsoft), Mark Zuckerberg (Penemu Facebook), dan Barrack Obama (President Kulit Hitam Pertama Amerika Serikat).
“Sekembalinya saya dari Amerika Serikat, semua yang pernah mengejek saya monyet, bungkam seribu bahasa. Tapi ternyata beberapa tahun kemudian, karena fisik saya, saya masih sering dikata-katai monyet, sama rekan kerja saya,’’ ujar putra Saireri ini tertawa terbahak-bahak.
Billy sempat bekerja di perusahaan swasta, sebelum kemudian membuat perusahaan sendiri dan yayasannya yang memberikan pendidikan gratis untuk anak-anak Papua yang kurang mampu.
“Saya ingat, ketika Yayasan yang saya bangun diberikan penghargaan melalui Young South East Asian Leaders Initiative, dan saya diundang ke Amerika Serikat untuk magang, sekaligus bertemu dengan Presiden Barrack Obama, semua yang mengejek saya di Kantor saya pun terdiam,’’ ujar Billy sambil mengenang kejadian tersebut.
Billy sendiri, kemudian terinspirasi dari kisah Barrack dan Michelle Obama yang juga sering diejek Monyet, karena berkulit hitam, tetapi berhasil membuktikan dengan pencapaian mereka, bahwa mereka adalah manusia yang sejajar dengan manusia-mannusia lain.
Billy selanjutnya memperoleh beasiswa di Australia National University (ANU), dan lulus sebagai lulusan terbaik, lalu melanjutkan pendidikannya di Universitas Oxford, Inggris.
“Sekembalinya saya ke Indonesia, itu yang ngejek-ngejek saya monyet, diam semua. Mungkin mereka terbungkam karena bingung, kok bisa ada monyet kuliah di Oxford yah”, Ujar Billy yang baru ditunjuk sebagai advokat SDG Myworld 2030 dari UNDP Asia Pasifik ini dengan terbahak-bahak.
Pesan yang ingin disampaikan oleh Billy adalah bahwa manusia yang menganggap manusia lain lebih rendah karena penampakan fisiknya, dengan sendirinya adalah manusia yang tidak beretika. Satu-satunya jalan untuk menghadapi hal tersebut, adalah dengan menunjukkan prestasi.
Kepada generasi muda Papua, Billy berpesan mari membutiktiakn bahwa kita setara dengan anak-anak bangsa Indonesia. Itu satu-satunya jalan untuk kita menghentikan rasisme berkepanjangan ini, yaitu dengan cara berprestasi.
‘’Saya, Billy Mambrasar telah menunjukkan contoh. Ada Putra Papua lain: Neas Wanimbo, Anak Wamena pendiri perpustakaan gratis yang baru terpilih sebagai pemimpin muda ASEAN. Ada Maya Wospakrik, Putri Biak yang menjadi peneliti dan fisikawan di Laboratorium internasional di Amerika Serikat. Ada George Saa, Anak Sorong penemu rumus fisika, dan sederetan anak-anak Papua berprestasi lainnya yang telah membuktikan, bahwa kalaupun kami didapuk sebagai monyet, maka manusia-manusia tersebut harus malu sama kami, karena prestasi kami melebihi mereka yang mengejek kami,’’ ujarnya.
Billy memohon kepada pemerintah, untuk menunjukkan keseriusannya menindak lanjuti pelaku rasisme ini. Billy juga berpesan kepada seluruh pemuda dan pemudi Papua untuk tidak bertindak anarkis, dalam menyampaikan aspirasi dan kemarahan.
“Anak-anak Papua, mari kita lawan mereka dengan prestasi kita, bukan dengan tindakan anarkis”, tutup Billy dengan senyuman yang elegan. **