Oleh: Nethy DS |
PAPUAinside.com, JAYAPURA— Kisah perang terbesar di Kawasan Pasific 74 tahun lalu tepatnya di Pulau Biak Numfor Papua seakan tidak pernah habis untuk ditulis, selalu ada yang menarik dibaca.
Salah satu buku terbaru yang akan segera diluncurkan Pemda Kabupaten Biak berjudul ‘’Biak Puing-puing Peperangan (Debris of War) ditulis oleh: Evi Aryati Arbay, Iwan Santosa, Taufan Wijaya.
Buku ini merekam perstiwa Perang Dunia Ke-II di Biak yang melibatkan Sekutu, Jepang dan masyarakat local.
Sisa-sisa perang yang ditemukan di berbagai sudut di Pulau tersebut menggambarkan betapa dahsyatnya peperangan yang terjadi.
Kisah tersebut dapat kita temukan pada sisa-sisa perang yang tersebar dari Supiori sampai Biak.
Setiap tahunnya wisatawan asal Jepang datang ke Papua khususnya ke Biak untuk berdoa bagi orang tua, saudara mereka yang gugur dalam perang hebat tersebut.
Penulis buku oleh Evi Aryati Arbay memberi judul Biak, Puing-puing Perang dalam kata pengantarnya.
Biak, Puing-puing Perang
Dari dalam gua lembab dan gelap, secercah cahaya menyeruak masuk menyilaukan mata. Di bagian luarnya, terbentang hamparan pantai indah dengan laut biru yang jernih. Ada kalanya ketenangan terasa begitu pekat saat angin bertiup lembut. Pun, ada masanya kala badai dan angin ribut menyapu daratan. Begitu pula dengan hidup. Ada masa riuh perang untuk kemudian menjadi damai penuh ketenangan.
Peristiwa perang yang terjadi di Biak, Papua pada 1944 meninggalkan bekas luka dalam pada mereka yang terlibat: tentara Jepang, Sekutu, dan penduduk setempat. Mereka mengorbankan banyak hal. Sebagai pejuang yang menjalankan tugas negara. Atau, penduduk yang seharusnya tidak terlibat konflik, alih-alih ikut menderita karena ladang, kampung, dan pantai tempat mereka hidup “dipinjam” sebagai medan laga.
Tujuh puluh empat tahun berlalu, jejak penderitaan itu masih jelas terlihat. Melekat nyata pada kenangan para pelaku, saksi, maupun keluarga yang kehilangan orang-orang yang dicintai.
Buku ini menjadi rekam jejak. Sebuah penanda bahwa di Biak pernah terjadi pertempuran sengit yang menelan puluhan ribu jiwa. Sebuah saksi bahwa tidak sedikit pahlawan yang gugur membela bangsa masing-masing. Buku ini menjadi catatan bahwa tidak sedikit penderitaan yang diakibatkan perang berimbas bagi keluarga dan warga setempat. Bahwa efek perang itu bisa berdampak hingga berpuluh-puluh tahun kemudian.
Serangkaian karya foto merekam jelas keping kenangan Perang Biak. Kepingan yang berceceran di alam, menyelinap di sudut-sudut gua, terkubur di bumi dan dasar laut. Begitu pula dengan kenangan yang tersimpan di lubuk hati dan pikiran mereka yang terlibat langsung dalam perang, para ahli waris, dan saksi mata. Semua terpatri dalam kumpulan foto.
Setelah masa damai menjejak di Biak, tak sedikit keluarga pahlawan dari kedua kubu yang bertikai datang untuk menziarahi tempat perjuangan orang terkasih mereka. Tak sedikit dari keluarga yang membangun makam, sebagai penanda bahwa jejak pahlawan mereka ada di sana. Ada pula yang berupaya membawa kerangka korban ke negara asalnya. Namun, tak sedikit pula kerangka yang tertinggal tak bertanda.
Buku ini hadir mengajak pembaca untuk memetik pelajaran akan kekejaman perang sebagai batu pijakan untuk melanjutkan hidup di jalan yang damai. Sejarah tak dapat diubah. Perang membawa luka cerita yang tak mudah terlupakan. Namun, menghapus dendam dan memaafkan akan membuka pintu kedamaian bagi kita semua, ibarat cahaya yang menyeruak di mulut gua.
Spesifikasi Buku
Judul : BIAK Puing-Puing Perperangan (Debris Of War)
Penulis : Evi Aryati Arbay, Iwan Santosa, Taufan Wijaya
Hal.+Ukuran: 236 Page, 23,5 x 22 x 2.45cm Full Color on Fedrigoni Coated Paper,
Cover : Hardback, Clothbound, Foil Stamped on Cover and Spine, plus mini
booklets on Kraft Paper. Emboss, Perfect Binding
ISBN : 978-178926-961-1
Genre : Memoar/Sejarah