Oleh: Ignas Doy |
PAPUAinside.com, JAYAPURA—Anggota DPRP (Dewan Perwakilan Rakyat Papua) dan Wakil Ketua II DAP (Dewan Adat Papua) John NR Gobai, menggelar Bedah Buku Melawan Ketidakadilan Demi Rakyat dan Hutannya di Papua di Aula Sekretariat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Jayapura di Padang Bulan, Jayapura, Kamis (7/11).
John NR Gobai mengatakan, Bedah Buku Melawan Ketidakadilan Demi Rakyat dan Hutannya di Papua, agar orang Papua juga memahami persoalan bahwa ada ketidakadilan dalam pemberian izin HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Dimana orang Papua mengalami ketidakadilan terkait dengan akses perizinan HPH.
“Para pemodal –pemodal besar dengan leluasa memperoleh izin HPH di Papua, tapi rakyat justru tak memiliki akses mendapatkan izin HPH,” tegas Gobai.
Untuk itu, ujarnya, Bedah Buku Melawan Ketidakadilan Demi Rakyat dan Hutannya di Papua ini juga menjadi referensi bagi pemerintah, agar serius melaksanakan peraturan- peraturan yang ada.
Masing-masing Undang -Undang Nomor 23 tahun 2914 tentang Pemerintahan Daerah, Undang –Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus untuk Papua, Perdasus tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Papua dan juga Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan RI Nomor P.1/Menlhk/Setjen/Kum.1/1/2019 Tentang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan.
“Peraturan –peraturan ini sesungguhnya menyediakan ruang melalui regulasi, untuk masyarakat memperoleh izin HPH. Tapi kenyataannya terjadi ketakadilan,” tuturnya.
Dikatakannya, masyarakat tak mendapat akses perizinan HPH secara baik, akses perizinan yang mudah, murah dan cepat.
Karena itu, katanya, ia mengharapkan kedepan buku Melawan Ketidakadilan Demi Rakyat dan Hutannya di Papua ini dapat menjadi rekomendasi bagi pengambil Keputusan atau decision making, baik di tingkat pusat maupun di daerah, agar masyarakat Papua bisa mengelola hutannya tanpa harus ditangkap tangkap, bahkan dituding pembalakan liar (illegal logging).
Tokoh Perempuan Papua Fien Yarangga menyoroti tiga (3) hal itu berkaitan dengan HPH secara nasional.
Pertama, masyarakat juga membutuhkan izin HPH untuk mengelola kayu. Kedua, hubungan HPH dengan hutan kampung adat. Kampung adat menjadi salah-satu hal yang harus dikembangkan adalah bagaimana kampung -kampung di wilayah Papua, seperti di Kabupaten Jayapura bagaimana masyarakat adat mempunya hubungan, untuk membangun mekanisme atau aturan- aturan yang mengatur juga tentang pengelolaan hutan.
Ketiga, tentang hutan adat berkekanjutan. Hal ini masih terus didiskusi, tapi yang penting bahwa ada masukan- masukan dari masyarakat dan juga para pihak yang memberikan informasi –informasi atau aturan- aturan nasional setiap saat disosialisasikan dan diup- date, sehingga masyarakat juga tahu tentang HPH dan lain-lain.
“Masyarakat dalam suatu wilayah yang memiliki hutan tiba -tiba ada orang asing yang datang disitu. Ini kan menyebabkan konflik- konflik yang terus terjadi dan tak pernah ada penyelesaiannya,” tegasnya.
Sementara itu, Staf Kantor Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Urusan Narkotika dan Kejahatan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) di Jayapura Ronald Roromana mengatakan, Bedah Buku Melawan Ketidakadilan Demi Rakyat dan Hutannya di Papua ini sangat bermanfaat, karena bisa membuka cakrawala berpikir masyarakat untuk melihat masalah hutan di Papua dari pelbagai macam sisi.
“Jadi harapannya kedepan ada diskusi atau forum multi pihak melibatkan pemerintah, sektor swasta dan juga masyarakat adat, sehingga masalah -masalah kehutanan yang selama ini menjadi kendala ataupun memberatkan pelbagai pihak itu bisa secara terbuka dibicarakan,” imbuhnya. **